It's In His Kiss 8/2

212 22 7
                                    

"Kau yakin, Art? Aku dapat saja membatalkannya kalau—"

"Jangan begitu." Gun memotong perkataan Off. "Kau tidak boleh membatalkannya, lagipula jarang-jarang kau bisa bertemu dengan teman-teman masa kuliahmu lagi."

Off mengangguk paham. "Iya, tetapi kau bagaimana? Di club itu pasti akan ada banyak orang, banyak suara, kau tidak akan tahan."

Harus ada satu organisasi atau apa pun itu yang mengadakan Best Boyfriend Award, dan Gun yakin kekasihnya tidak hanya akan masuk kategori, melainkan menang telak.

"Aku dapat duduk satu sampai dua jam menunggumu."

"Itu sama halnya menyiksa diri sendiri... akan aku hubungi temanku untuk menginformasikan kalau aku tidak bisa ikut."

Gun menggeleng tidak setuju. "Nanti mereka kecewa, kau sudah bilang akan ikut."

"Tapi—"

"Off." Gun meraih tangan Off. "Temanmu sedang berulang tahun, ini hari spesialnya, kau harus ikut, oke?"

Off menghela nafas. "Aku tahu, tetapi kau—"

"Cobalah untuk jangan terus-terusan menjadikan aku bahan pertimbangan."

"Nonsense," tanggap Off. "Kau kekasihku, bagaimana bisa aku tidak mempertimbangkanmu?"

Gun tersenyum hangat, sehangat rasa yang menjalar pada dadanya. "Kau memang tampan luar dan dalam," pujinya.

Off dijalari perasaan hangat yang sama. "Brain..."

"Baiklah, Tampan, sudah saatnya kita berangkat, daripada nanti terlambat."

Off melirik jam tangannya, sebuah Bovet 1822. "Masih bisa on time... yakin?"

Gun mengangguk yakin. "Yakin."

"Beritahu aku kalau sudah mau pulang... ayo."

Setelah sedikit mengulur-ulur waktu, akhirnya mereka berdua melangkah keluar dari kamar dan bergegas menuju sebuah club tempat pesta ulang tahun teman kuliah Off diadakan.

Sebenarnya itu tidak ada dalam agenda liburan mereka. Mereka tadinya sudah berencana agar malam terakhir mereka dipakai untuk beristirahat total, karena keesokan harinya, mereka akan kembali ke Denver.

Mendadak saja, salah satu dari teman kuliah yang sempat nongkrong dengan mereka waktu itu mengirim undangan pesta ulang tahun. Off ingin menolak, tetapi Gun tidak. Menurutnya, akan lebih baik juga mereka menghabiskan waktu bersama teman lama yang akan jarang mereka jumpai.

Dan karena... well, Gun agak malu mengakui, dia tidak yakin mereka tidak akan melakukan apa-apa kalau berdiam diri berdua di kamar hotel. Dia bukannya tidak mau, tetapi dia cukup lelah karena setelah percakapan panjang malam pertama mereka, Off memutuskan perlu untuk melakukannya lagi hingga subuh.

Berkali-kali.

Dan itu kali pertama Gun tidak diperlakukan begitu lembut, tetapi ternyata tidak diperlakukan lembut tidak seburuk perkiraannya.

Dalam hal-hal tertentu saja. Catat.

"Love, sebaiknya kita jangan berlama-lama malam ini, penerbangan kita besok siang, aku tidak mau kau terlalu lelah."

Gun mengangguk di balik punggung Off. "Iya, satu atau dua jam cukup, kurasa."

Off menepuk-nepuk tangan Gun yang setia melingkari pinggangnya. "Kita seharusnya di kamar saja malam ini."

"Tidak, Sir. Aku tidak percaya padamu, kau... eh, tidak jadi." Dia menikmatinya, tidak etis untuk mengeluh.

Tidak jadi, tetapi Off terlanjur mengerti maksudnya. "Maafkan aku, Art. Kau terlalu indah untuk bisa aku lewatkan begitu saja."

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now