One Everlasting Night 7/3

326 26 9
                                    

(21+)

Satu ketukan nada dan tubuh wanita bergaun merah dengan bagian depan terbuka hingga tanpa segan menampilkan garis tengah payudaranya yang sesekali mengintip itu sudah berada dalam dekapan Off. Dalam gerakan lihai membuai, tangannya mengangkat kaki jenjang nan mulus yang menempel pahanya ketika sang pemilik kaki menjatuhkan badan dengan gemulai ke belakang.

Ketukan lainnya lagi dan tubuh mereka bertabrakan halus, tangan Off berpindah menyentuh belakang pasangan dansanya, mendorong maju, terdorong mundur, memberi ruang tengah kakinya untuk menjadi tempat susupan paha wanita itu.

Gerakan berganti, ia membelakangi, menoleh seiring irama si wanita mengarahkan putaran tubuhnya dalam pelukan dan sentuhan menggoda pada dada bidangnya yang melongok keluar dari kemeja yang terbuka sebanyak tiga kancing pertama dari atas.

Dalam gema "Así se baila el tango"¹ bernada penuh rayu yang hampir mencapai akhirnya itu, Off mencemooh musim dingin dengan keringat yang bercucur pada kulit putihnya, dan di bawah cahaya bulan yang bersinar setengah, terpantul kilau-kilau cahaya dari kulit itu serupa porselen putih yang dilumeri minyak.

Jemarinya menyapu tengkuk wanita yang ber-tango ria dengannya, basah adalah apa yang dirasakannya kala kening mereka menyapa satu sama lain, dan ketika pinggangnya dilingkari mesra, ia membalas dalam gerakan sarat yang nyata. Wanita itu diterbangkannya dalam putaran penuh yang profesional, dan menutup ketukan lagu ketika ia mendaratkannya kembali ke bumi.

Mereka sudah usai, tetapi penonton masih tersihir kemistri dan keintiman pekat itu, dibayang-bayangi sentuhan, hentakan, belaian, dan semua keintiman yang bisa tango pertontonkan dalam rupa gerakan. Tepuk tangan dan riuh ungkapan takjub baru terdengar beberapa detik kemudian.

Semua orang menikmati itu, semua orang kecuali satu, dia yang tadi menjadi alasan mengapa musim dingin malam itu berhasil dibunuh oleh pertunjukkan tango yang luar biasa. Dia diburu suatu rasa yang membuatnya tidak punya waktu menelaah apakah dirinya menikmati tango itu atau tidak.

"Brain..."

Off menerima mantelnya melalui pemberian yang tidak disertai kelembutan. "Aku mau pulang ke hotel."

Sesuatu terjadi, itu jelas sekali dari bagaimana Gun sekarang, dari nada suaranya yang parau, dari gelisah rautnya, dari seberapa cepat kakinya melangkah menuju motor mereka.

"Hope, ada apa?"

Ia melihat peristaltik pada kerongkongan Gun sebelum kekasih hatinya itu menjawab dengan nada yang sama paraunya dengan tadi. "Bawa aku secepat yang kau bisa kembali ke hotel, please."

Off sudah sering mendengar Gun meminta sesuatu, tetapi belum pernah sosok yang indah itu terdengar begitu tertekan, begitu butuh. Dan karena dia sudah begitu, Off tahu dirinya wajib untuk tidak menunda-nunda.

Secepat yang bisa dimengertinya dari permintaan sang kekasih, ia melesat cepat. "Pegangan yang erat, Love." Dan yang didapatnya lebih dari erat.

Kegelisahan itu terasa hingga punggungnya, terhantar oleh naik turun dada Gun di sana, dan ia terkontaminasi. Ia gelisah mengkhawatirkan kegelisahan kekasihnya.

Ketika akhirnya ia berhasil membawa pulang mereka kembali ke hotel, awan gelisah itu semakin berat, Gun diburu sesuatu yang tidak ia kenali, dan diam adalah jawaban yang dirinya dapatkan ketika bertanya. Kakinya lebih panjang, tetapi ia kesulitan mengimbangi langkah kaki Gun menuju kamar mereka.

"Precious, say something, please. Is everything—"

Terkejut adalah segala yang bisa tubuhnya berikan sebagai reaksi ketika dengan tanpa aba-aba bibirnya mendapat ciuman. Dan ia dapat merasakan betapa gelisah ciuman itu.

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now