The Truth of Lies 11/3

188 15 1
                                    

Banyak orang pasti sudah mendengar suatu ungkapan yang mengatakan bahwa dinding rumah sakit mendengar lebih banyak doa tulus daripada dinding-dinding tempat ibadah. Mungkin karena bunyi peralatan rumah sakit menjadi nada pengiring doa-doa tersebut, mungkin juga karena ada tubuh yang terbaring tanpa daya menjadi alasan dilafalkannya doa-doa tersebut.

Mungkin ada kemungkinan lainnya.

"Kepalanya pasti terbentur dengan sangat keras, kami mendapati ada pendarahan yang menekan bagian pembuluh penting dan itu menghambat sirkulasi darah serta cairan lain pada otak. Kami perlu melalukan operasi agar tidak ada kerusakan otak, dan mencegah kerusakannya mencapai jantung serta paru-paru. Bedah umum mendapati ada kerusakan pada liver karena zat tertentu, akan segera ditangani juga melalui operasi."

Gun masih mengingat jelas apa yang dikatakan dokter beberapa jam lalu setelah mereka berhasil membawa Off ke rumah sakit, dan pria itu melewati pemeriksaan lengkap.

Sekarang, ia hanya bisa duduk dengan perasaan campur aduk, menemani Off yang terbaring sakit di ruangan Neurosurgery Intensive Care Unit, dengan beberapa jenis kabel yang menghubungkan tubuhnya dengan monitor, selang infus, juga selang oksigen.

"Sir, Anda kerabatnya?"

Gun sigap berdiri saat dokter yang sama muncul. "Ya, Dokter." Semoga dokter itu tidak tahu ia berbohong.

"Seperti kataku tadi, pendarahan menekan pembuluh penting yang menghambat sirkulasi darah dan cairan keluar dari otaknya untuk diteruskan ke paru-paru dan jantung."

"Superior sagittal sinus¹?" Dokter menatap Gun dengan cukup terkejut. "Maaf, Dokter. Saya guru biologi."

Dokter itu tersenyum. "I see... tak perlu meminta maaf, sebab Anda benar, Sir. Pasien mengalami pendarahan pada bagian itu, kabar baiknya adalah operasi berhasil dan pendarahan dihentikan. Kita hanya perlu menunggu perkembangan pasien, kami akan melakukan pemeriksaan lagi nanti, juga analisis rutin tekanan gas dalam darahnya."

Gun mengangguk paham. "Terima kasih banyak, Dokter," ucapnya.

"Sama-sama."

Dokter itu belum pergi saat dokter lainnya muncul. "Anda kerabat pasien?"

Gun mengangguk, entah harus kepada berapa orang ia berbohong mengenai hubungannya dengan Off, ia tidak cukup peduli dalam situasi sekarang, dan lebih tepatnya lagi ia tak punya pilihan.

Tay agaknya terlalu terkejut sehingga setelah cukup lama berdiam diri dengan tatapan kosong tadi saat Off dioperasi, dia menghilang entah ke mana sekarang, Gun meminta New untuk pergi mencarinya.

"Saya dari bedah umum. Kerusakan liver tidak parah. Hanya saja, ada pendarahan karena arteri hepatik² pecah, tetapi sudah ditangani. Lebih lanjut, pasien perlu terus dipantau karena ada kemungkinan pendarahan yang tertunda," jelasnya sederhana.

"Terima kasih banyak, Dokter." Gun hanya punya ucapan terima kasih.

Kedua dokter itu kompak mengangguk. "Pasien belum sadar bisa jadi karena anestesi, bersabarlah sesaat lagi."

Gun lagi-lagi hanya bisa mengangguk dan memberi ucapan terima kasih, lalu dokter yang datang pertama itu yang juga pertama pergi.

"Sir, apakah Anda tahu kalau pasien mengomsumsi anti depresan?"

Gun yang tidak tahu tentu saja terkejut mendengar pertanyaan itu. "Anti depresan?"

Dokter dari bedah umum itu mengangguk. "Zat yang mempengaruhi liver pasien adalah zat yang terkandung dalam sejenis anti depresan, itu hasil analisis kami. Arteri hepatik pecah sehingga zat ini tidak ikut mengalir bersama dengan darah dan oksigen, meski tetap mengontaminasi liver... departemen psikiatri akan ikut memantau pasien nanti setelah sadar sepenuhnya."

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now