Gone With The Wind 13/2

192 20 3
                                    

"Kau akan berdiri saja di sana, Sir?"

Gun terkesiap mendengar suara itu, suara yang datang dari seorang perempuan bertubuh ramping dan tinggi, dengan wajah tirus yang membuatnya sangat cantik. Apalagi dengan senyuman bersahabat yang dilemparkannya kepada Gun.

"Aku memperhatikanmu sudah berdiri di depan ruanganku sejak tadi." Perempuan yang ternyata adalah pemilik ruangan yang pintunya sedari tadi dipandangi oleh Gun itu mendekat. "Kuakui semua orang selalu berpikir ribuan kali sebelum masuk ke ruanganku... keluar dengan diagnosis sebagai orang gila mungkin salah satu alasannya."

Gun tak sadar mengeluarkan kekehan. "Maaf menghalangi jalan Anda."

"Jangan formal denganku... apa yang membuatmu ragu, Sir?"

"Aku hanya mengambil waktu untuk mempersiapkan diriku," jawab Gun.

Perempuan itu masih tersenyum. "Sekarang sudah siap?"

Gun mengangguk. "Kurasa."

"Good... ayo, masuk."

Gun akhirnya melangkah masuk ke dalam ruangan itu, dengan papan di pintunya bertuliskan 'Psychiatrist Lucky Seven, MD'.

"Dari semua ruangan yang ada, kenapa memilih berdiri di depan ruanganku, Sir?" Perempuan yang adalah dokter jiwa itu bertanya.

Gun tersenyum. "Random," jujurnya.

"Random... aku Lucky, by the way." Dokter Lucky memperkenalkan dirinya.

"Aku Gun Atthapan Phunsawat... Gun."

Dokter Lucky tersenyum lagi. "Nama yang unik... well, namaku juga sama saja, kata sifat... mau kopi?"

"Tidak, terima kasih. Aku tidak suka kopi."

"Mengatakan itu di depan pecinta kafein sedikit menggetirkan, tetapi aku mengapresiasi kejujuranmu," ujar dokter cantik itu.

Gun mengulum senyum. "Maaf dan terima kasih," katanya.

Dokter Lucky membuatkan kopi dari mesin kopi pribadinya. "Apa cerita yang harus aku dengar hari ini?"

"Tidak banyak, Dokter... aku bingung mulai dari mana."

Dokter Lucky melirik jam tangannya. "Aku punya banyak waktu hari ini."

Cangkir putih milik Dokter Lucky perlahan mulai terisi kopi dengan aroma yang menyenangkan, dan sembari menunggu cangkir itu terisi seluruhnya, Gun mengambil waktu untuk mempersiapkan diri.

Ketika Dokter Lucky sudah selesai menyeduh kopi, lalu duduk, Gun mulai bercerita. Ia menceritakan sebaik yang bisa dilakukannya tentang segala yang terjadi. Mulai dari cerita tentang hal buruk yang menimpa seseorang yang berharga baginya, bagaimana ia sudah menemani orang yang berharga baginya itu selama ini, perubahan-perubahan yang terjadi padanya yang tidak ia ketahui berangkat dari hal tersebut, hingga seorang perawat memberitahunya, yang kemudian menjadi alasan ia sekarang berada di ruangan dokter Lucky.

Dokter Lucky tidak menyela sama sekali, bahkan ketika Gun sudah selesai, dia tidak langsung mengatakan apa-apa. Butuh satu atau dua menit sebelum dia bersuara dengan terlebih dahulu menyeruput kopinya.

"Caregiver burnout sebenarnya tidak memerlukan diagnosis psikiater, Sir. Ini bukan penyakit mental, tetapi lebih ke suatu keadaan yang berkaitan dengan emosi seseorang karena adanya sebab tertentu, sebab tertentu di sini adalah karena kau menjadi seorang caregiver. Namun, langkahmu sudah tepat, karena bantuan dan pertolongan memang sangat dibutuhkan." Nada ramah Dokter Lucky perlahan diganti profesionalisme yang kental.

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now