The Truth of Lies 11/1

179 18 4
                                    

Nirin menyambutnya dengan tawa dan teriakan "Uncle Off!" yang biasanya cukup untuk membuat Off tersenyum, lalu cepat dadanya dijalari rasa bahagia. Namun, hari ini, ketika gadis kecil itu memeluknya, air matanya tumpah.

"Uncle Off, ada apa?"

Off menggeleng, mengelus-elus rambut halus Nirin. "Tidak apa-apa."

Nirin menggeleng. "Jelas ada apa-apa, kau menangis." Off lupa anak kecil itu cerdas.

Ketika pelukan mereka terlepas, Nirin menatapnya dengan tatapan kaget. "Uncle, kau habis berkelahi dengan siapa?" tanyanya setelah menyadari lebam pada sudut bibir Uncle Off-nya.

Off menyunggingkan senyum meski itu membuatnya kesakitan. "Seorang teman."

Bukan perkelahian, tetapi. Itu adalah penganiayaan, sebab tidak ada pembelaan yang seimbang, tidak ada pembelaan sama sekali bahkan.

"Ya ampun! Kau sudah dewasa, kenapa berkelahi?" kritik Nirin.

"Masalah orang dewasa... peluk aku." Off memeluk tubuh kecil Nirin sekali lagi, dan ia menangis sekali lagi.

Nirin memeluk Off dengan erat. "Uncle, jangan menangis. Jangan menangis, Uncle." Dia membolak-balik kata-kata yang sama.

Off meluapkan segala penat dalam dadanya di depan anak kecil itu, karena ia tahu anak kecil berjiwa murni dan tulus. Mereka adalah representasi paling dekat dengan pemilik semesta, mungkin Dia akan melihat kehancurannya sekarang, mungkin Dia akan berbelas kasih.

"Uncle, jangan menangis. Kau jangan menangis." Nirin meminta Off jangan menangis, tetapi dirinya sendiri menangis.

Tidak mungkin si kecil itu tidak menangis, dia sangat menyayangi Uncle Off-nya, meski dia masih kecil, tetapi air mata pria dewasa itu mengumpan air matanya untuk ikutan turun.

"Ada apa, Uncle?"

Off bergetar, tubuhnya menjadi sangat lemas, ia menggunakan lututnya untuk bertahan memeluk tubuh kecil yang juga bergetar karena menangis.

"Kau benar, Nak." Off kian terisak. "Aku menyakitinya."

Nirin sudah tidak dipeluk lagi, meski wajahnya sendiri berantakan karena air mata, dia mengusap air mata Off dengan tangannya yang tak seberapa.

"Menyakiti siapa?"

"Uncle Gun."

Nirin mengernyit. "Kenapa? Apa yang kau lakukan kepadanya?"

Off meneguk salivanya sendiri, bersiap dihakimi oleh Nirin, dan sadar bahwa ia layak untuk itu.

"Aku meninggalkannya." Hal paling sulit yang pernah bisa ia lakukan.

"Tapi kenapa? Bukankah kau mencintainya? Bukankah kau membawanya liburan ke Argentina?" Nirin antara mengerti dan tidak mengerti.

"Yang seharusnya tidak aku lakukan." Off mencari sisa-sisa tenaga dalam dirinya untuk berbicara. "Seharusnya tidak aku bawa dia ke Argentina, seharusnya tidak aku mulai hubungan kami, seharusnya aku tidak bersikap egois... kau benar, Nak. Aku memberinya kebahagiaan semu."

Setiap kali air mata Off turun, Nirin segera menyapukan tangannya pada wajah pria itu. "Kenapa kau mengatakan itu?"

Gantian Off yang lembut menyeka air mata Nirin yang dari tadi belum diseka. "Kau pernah bertanya apakah aku tahu kapan aku pergi meninggalkan dunia ini, dan aku mengatakan tidak. Maafkan aku, Nak, aku berbohong." Ia tidak berani jujur pada Gun, tetapi kepada Nirin tak ada salahnya melakukan itu.

Dan gadis kecil itu diam sesaat, otak anak-anaknya bekerja keras mencerna perkataan Off.

"Maksudmu, kau sudah tahu kapan kau akan pergi meninggalkan dunia ini?"

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now