Turning Page 14/2

155 18 2
                                    

"Off!"

Off sedang duduk melukis di gazebo taman samping rumah saat seorang wanita cantik bertubuh proporsional memanggilnya dengan raut bahagia, menghampiri Off yang setengah menoleh ke arahnya, lalu memeluk.

"Akhirnya kau sadar juga... aku sangat merindukanmu, kau tidak merindukan aku?"

Off perlahan mengembalikan palet ke atas meja di sebelah kanvas. "Pelan-pelan, Mild... ya, aku juga merindukanmu. Kau apa kabar?"

Mild, cinta pertamanya, pujaan hatinya sejak ia masih remaja, karena Mild adalah gadis periang yang memiliki ambisi dan semangat, begitu gigih memperjuangkan hidup.

"Kabarku baik... langsung melukis, eh?"

Off tersenyum. "Aku bosan, aku belum diperbolehkan untuk kembali bekerja."

Mild duduk di sebelah Off. "Kau melukis apa?"

"Entahlah," jawab Off. "Sesuatu dari mimpiku."

Kening Mild berkerut. "Mimpi apa?" tanyanya.

Off kembali memegang palet. "Entahlah, semacam salju, tetapi ada serpihan-serpihan lancip berwarna biru." Ia ingat persis mimpinya.

"Kau sangat merindukan Amerika, ya?" tanya Mild. "Kau sampai memimpikan salju."

"Tidak juga."

Mild mengamat-amati lukisan Off yang masih agaknya masih jauh dari kata jadi. "Biru-biru ini apa?"

"Aku juga tidak tahu," jawab Off jujur.

Kepala Mild bersandar pada lengan Off. "Mungkin potongan-potongan kertas origami."

Off tersenyum. "Begitukah menurutmu?"

Mild menyipit matanya, menajamkan pandangan. "Kurasa... kelopak bunga juga bisa jadi."

"Di musim dingin?"

"Bisa jadi."

"Bunga apa?"

Mild menggeleng. "Tidak tahu juga, aku hanya menebak." Dan topik itu selesai.

"Off."

Off meletakkan palet dan kuasnya, lalu sepenuhnya beralih ke arah Mild. "Ya?"

Raut bahagia pada wajah Mild berubah menjadi kesedihan. "Ada sesuatu yang perlu kau tahu."

Off mengangguk, tersenyum. "Katakan."

Mild menunduk, beberapa saat kemudian, Off mendapati bahwa wanita itu menangis. "Maafkan aku."

Off dengan segera menangkup wajah Mild, memandang dengan khawatir. "Kenapa kau menangis?"

Pertanyaan itu tidak langsung dijawab, Mild kembali menunduk. "Aku sungguh minta maaf, aku bukan ibu yang baik." Dia mulai terisak.

"Ada apa? Apa maksudmu?"

Mild kian terisak, menyentuh perutnya. "Bayi kita, Off."

Off memperhatikan tangan Mild yang berada di perut, mengelus-elus. "Ada apa?"

"Aku..." Mild menutup wajahnya menggunakan tangan. "...aku tidak bisa menjaganya, aku kehilangan bayi kita."

Seperti disambar petir di siang bolong, itulah yang Off rasakan ketika mendengar perkataan Mild. "K-k-kehilangan?" Ia sampai terbata-bata.

Mild mengangguk, masih menangis, kian tersedu-sedu. "Aku sungguh minta maaf, aku tidak becus menjaganya, aku bukan ibu yang baik." Kata-katanya hampir tertelan isakan.

Off langsung membawa Mild ke dalam pelukannya. "Tak apa, tak apa, bukan salahmu, jangan katakan itu."

"Salahku," isak Mild. "Aku seharusnya bisa menjaganya."

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now