Take It or Lose It 4/3

292 31 8
                                    

Salju mendera bumi, dinginnya berselubung angin yang seruak menghantar keengganan bagi segala makhluk untuk beraktivitas, atau sekedar berada di luar ruangan.

Namun, bagi dua orang yang sedang terlibat polemik hati, keberadaan serpihan putih yang bercecer dari langit itu sangat dibutuhkan, sekedar untuk mendinginkan kobaran panas yang menjalari mereka.

"Kau membuatku bingung."

Sekitar lima menit mereka bisu setelah kata "kau boleh" yang Off ungkapkan serampangan, dan Gun memutuskan tidak mau berlama-lama lagi berdiam diri.

"Aku tahu," tukas Off. "Aku tahu." Mengulang.

Gun beralih dari berpangku tangan menjadi memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel, dia merasa jari-jarinya kebas karena dingin.

"Apa maumu?"

Off menciptakan kegelisahan karena tak langsung menjawab, ia tak dapat. "Aku pengecut, aku tahu."

Gun mengeluarkan tangannya, kemudian mengatup, meniup mengandalkan hangat nafasnya. Dan dia mendadak menjadi manekin saat Off meraih kedua tangan itu, kemudian tanpa sepatah kata diucapkan, pria itu memakaikannya sarung tangan.

Kebesaran, karena sarung tangan itu milik Off, dan ukuran tangan mereka jomplang.

"Jangan kedinginan, nanti kau sakit."

Dia sudah sakit.

"Aku sudah sakit." Gun berelegi. "Hatiku."

Off tercenung dalam bela sungkawa. "Karena aku," akunya.

Gun mengangguk, matanya ceroboh berlinang, representasi kerapuhan hatinya berhadapan dengan Off. "Karena kau."

Off ingin menarik pelatuk dan menembak mati dirinya sekarang.

"Jangan jatuh hati padaku."

"Pikirmu aku sudi?" Serak menghantar pertanyaan Gun. "Aku tak diberi hak memilih."

Off merintih dalam mimik. "Gun—"

"Jelaskan maksud perkataanmu di kedai waktu itu, jelaskan juga yang tadi saat kau mengatakan aku boleh melarangmu berhubungan dengan siapa pun. Jelaskan sejelas-jelasnya, biar aku putuskan sisanya."

Gun harus bersikap tegas sekarang.

"Aku..." Off mendadak memiliki masalah dalam berbicara, omongannya sepotong-sepotong bagai stakato. "...tidak dapat."

Air mata Gun meluncur turun. "Terima kasih untuk waktumu."

Dia berbalik badan dan langsung pergi.

"Kau mau ke mana?" Off menggeliat dalam keterkejutan.

"Pergi mencium Oab." Gun hanya asal bunyi.

Off tidak dapat mengontrol dirinya mendengar jawaban itu. "Berani-beraninya kau!"

Gun tidak berhenti melangkah, dia hanya menoleh sebentar. "Memang aku berani. Kau tidak pernah melihat keberanianku, yah?"

Hentakan kaki Gun rasanya siap merobohkan dinding di sekitar.

"Gun Atthapan Phunsawat, berhenti di situ!" Off mengejar.

Kejar-kejaran seharusnya permainannya dengan Nirin, bukan dengan Gun.

"Off Jumpol Adulkittiporn, you can't tell me what to do!"

Karena jika ada yang akan menjadi bos, itu adalah Gun.

"Aku bilang berhenti!" Off berhasil meraih tangan Gun, dan memutar tubuh pria yang cukup tenggelam di balik mantelnya itu menghadap padanya.

Dan seakan sudah disiapkan bagi mereka, Off mendorong pintu ruangan di belakangnya, menarik Gun masuk ke dalam sana.

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now