The Man Who Sold The World 16/1

210 19 10
                                    

Gun terus mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia adalah orang yang sabar. Namun, semakin dia mengingatkan dirinya, semakin dia merasa tak bisa sabar lagi.

"Off, ini hanya brokoli dan wortel, bukan racun... apa susahnya?"

Off berhadapan dengan sayuran memang menjadi tantangan sendiri dalam hubungan mereka. Sebab Gun akan dibuat dongkol dengan segala keengganan kekasihnya untuk makan sayur.

"Hope, masalahnya-"

"Masalahnya adalah kau terus mengatakan ada masalah," potong Gun.

Off menatap enggan ke arah brokoli dan wortel yang ada di piringnya. "Terlihat tidak menjanjikan."

"These are vegetables, Off." Gun menyendok. "Cobalah."

"Tidak mau, Love."

Gun memejamkan matanya sesaat, mencoba tersenyum, mencoba sabar. "Ini bukan perkara kau mau atau tidak, Off sayang. Kau sangat wajib makan sayuran, terutama untuk pemulihanmu," tuturnya.

Off menghela nafas. "Tidak enak."

"Enak, kok," sahut Gun. "Cobalah, kau akan suka."

"Kau juga bilang begitu waktu itu, ternyata sayurannya pahit," protes Off tiba-tiba.

Gun mengernyit. "Kapan, coba?"

"Waktu itu, saat dinner di rumahmu sehabis aku membantu Pim menyusun jurnal tentang Anne Boleyn. Katamu sayurannya enak, ternyata pahit, lidahku tetap pahit sampai dua hari berikutnya."

Tadinya Gun kesal, sekarang dia merasa luar biasa ingin tertawa mendengar kekasihnya komplain. Memang, malam itu Pim membuat tumis pare yang dipetik dari kebun ala kadar mereka di belakang rumah. Dan Gun memakai standarnya sendiri untuk mengukur rasa sayuran pahit itu.

"Ini tidak pahit, Off sayang."

"Persis seperti itu yang kau katakan waktu itu."

Gun mendorong tawanya masuk ke dalam perut. "Kau ini pendendam rupanya."

Off menggeleng. "Tidak juga, aku trauma."

"Trauma?"

"Sayuran itu pahit sekali."

Gun merasa seperti berhadapan dengan anak kecil, selalu seperti itu jika tentang Off dan sayuran.

"Pare memang pahit, tetapi brokoli dan wortel itu tidak pahit. Malah mereka punya sensasi manis tersendiri," jelasnya pelan-pelan. "Kau sudah pernah makan sekali waktu itu."

"Tetap saja tidak enak." Off lebih keras kepala daripada anak kecil jika menyangkut rasa tidak sukanya terhadap sayuran.

Gun tidak tahu harus pakai cara apalagi untuk meyakinkan Off bahwa rasa sayuran itu tidak seburuk perkiraannya.

"Kekasihku yang paling tampan di seluruh jagat raya." Semoga cara receh ini berhasil. "Kau dalam kondisi sangat butuh sayuran untuk membantu progres pemulihanmu."

Tidak ada tanda-tanda keberhasilan, Off tetap menggeleng. "Aku makan yang lain saja."

"Ya ampun!" Gun berseru, lepas kendali. "Terserah kau saja." Menyerah.

"Brain, jangan marah," bujuk Off kemudian.

"Kata siapa aku marah? Aku tidak marah. Kenapa aku harus marah?"

Off menghela nafas, jelas sekali bahwa kekasihnya sedang marah. "Ya sudah, aku akan memakan sayuran ini."

Ia menyendok dengan cukup enggan, tetapi sayuran itu berhasil masuk ke dalam mulutnya, dikunyahnya, lalu ditelan.

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now