Crush In Rush 1/2

304 29 4
                                    

Udara yang bertiup hangat hampir panas adalah satu dari beberapa ciri khas musim gugur di beberapa negara bagian Amerika Serikat, sebut saja Colorado. Ciri khas lain musim gugur dari negara yang terletak di Barat itu adalah cuacanya dominan cerah, dan itu dapat berlangsung selama lima bulan kurang lebih.

Awan tidak dibebani apa-apa untuk menjadikan langit mendung, karena itu putihnya begitu cerah menaburi biru langit yang tak kalah cerahnya. Apa yang lebih cerah dari keduanya adalah suasana hati Gun yang saat ini tengah sibuk menyirami bunga-bunga di taman kedainya, yang sebagian besar tidak merekah warna karena memang belum musimnya.

Gun adalah satu dari sedikitnya orang yang menilai kebahagiaan sebagai pilihan dan keputusan individu, yang berarti bahwa, mereka yang memilih dan memutuskan untuk bahagia, maka akan berbahagia. Caranya? Sesederhana selalu berfokus pada apa yang bisa kendalikan, dan lupakan hal-hal yang berada di luar kendali.

Pikiran adalah yang utama.

Seperti Epictetus yang mengatakan bahwa, "Happiness and freedom begin with a clear understanding of one principle; some things are within your control, and some things are not" (Kebahagiaan dan kebebasan dimulai dari pemahaman yang jelas akan satu prinsip; beberapa hal berada dalam kendalimu, beberapanya tidak)

Saking cerah hatinya, Gun bergumam-gumam kecil menyanyikan satu lagu ke lagu lainnya, dengan setiap lagu tak pernah benar-benar sempurna dinyanyikan secara keseluruhan.

"Kau bahagia sekali sepertinya, Gunnie."

Setelah menoleh ke arah sumber suara, Gun meletakkan gembor ke rerumputan di bawah kakinya, lalu dengan perasaan bahagia dan rindu, ia berlari dan menghambur memeluk sumber suara tersebut.

"Tay!"

Tay dengan senang hati menerima pelukan Gun, sepupunya, favoritnya dari sekian banyak sepupu yang dia miliki.

"Apa kabarmu?" Tay menepuk-nepuk punggung Gun dengan sayang.

Gun melepas pelukannya, kemudian tersenyum lebar ke arah sepupunya. "Baik, aku sangat baik. Kau bagaimana?—Ya ampun! Inggris sangat cocok untukmu, kau semakin tampan saja."

Tay mengangkat kedua bahunya pongah. "Seingatku, aku selalu tampan," pujinya terhadap diri sendiri.

"Sir, aku tak punya keberatan untuk itu," sahut Gun mendukung rasa percaya diri sepupunya.

Sejatinya Tay memang tampan, kok. Sepupunya itu adalah idola para sepupu-sepupu perempuan di keluarga besar mereka, selalu saja dicurahi perhatian berlebihan.

"Ouch," ucap Gun kala menyadari bahwa ada seorang pria lain berdiri di belakang Tay, tetapi tidak terlalu belakang.

Gun melihat pria itu berpenampilan seformal sepupunya, menggunakan setelan jas berwarna hitam, dengan pantofel berwarna senada di bawahnya. Mengenai bagaimana rupanya, dia memiliki proporsionalitas pada wajahnya yang putih cerah, dengan garis rahang yang mempertegas maskulinitasnya sebagai seorang pria, hidungnya mancung dan pas—semua orang dapat berhidung mancung, tetapi terkadang tidak selalu pas sehingga tampak depan atau samping, kadang hidung malah berakhir mengganggu keselarasan wajah pemiliknya—mengimbangi tonjolan tulang pipinya. Matanya tidak begitu lebar, tetapi itu tajam di bawah bulu mata yang tidak begitu rimbun, dan alis yang rapih bergaris.

Hemat kata, fisik pria itu menampilkan maskulinitas kental yang memamerkan kewibawaan, dan di situlah letak ketampanannya.

"Oh iya, Gunnie, aku lupa memberitahumu kalau aku datang dengan sahabatku dari waktu berkuliah dulu."

Gun terinterupsi dari kegiatannya mengamati dan mendeskripsikan tampilan pria yang ternyata sahabat sepupunya. "Hai, perkenalkan aku Gun Atthapan Phunsawat, kau boleh memanggilku Gun. Siapa namamu?"

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now