To Kill A Mockingbird 18/2

172 21 1
                                    

Gun sudah sangat muak sebenarnya selama beberapa bulan terakhir harus terus-terusan menyaksikan Off diperlakukan seperti seorang penjahat di ruang sidang yang saat ini kembali didatanginya.

Jika saja bukan karena Tay meminta untuk tetap sabar dan ikuti saja alur persidangannya dari awal sampai akhir, Gun ingin sekali meninju jaksa yang sejak awal stuck di situ-situ saja, pada berita acara pemeriksaan saksi yang memberatkan terdakwa kali lalu, jaksa itu mengulang pertanyaan yang sama dan jelas-jelas menggiring pernyataan saksi.

Tay bukannya tidak tahu, karena itulah dia menunduk menyembunyikan senyumannya karena tahu betapa konyol jaksa itu. Dia tidak bermaksud meremehkan, tetapi memang tidak ada apa-apa dari argumentasi si jaksa.

Hari ini, setelah sekian lama bersabar, Tay ingin segera membalik keadaan secepat yang dirinya bisa.

"Barangsiapa, yang melakukan kekejaman atau menggunakan faktor serupa pada orang yang bergantung padanya untuk penghidupan atau kegiatan lain apa pun yang menyebabkan orang tersebut harus melakukan bunuh diri, jika bunuh diri telah terjadi atau sedang dicoba, akan dipenjarakan tidak lebih tujuh tahun dan denda tidak lebih dari empat belas ribu Baht¹... 292 KUHP. Saya percaya, jaksa meyakini bahwa Terdakwa sudah menghilangkan nyawa korban."

Tay membuka satu per satu kancing jasnya. "Dengan alasan seperti yang dijelaskan Saksi. Bahwa tujuh tahun lalu—sekarang sudah tahun 2024, sudah bisa disebut delapan tahun hitungannya—korban mengakhiri hidupnya setelah Terdakwa mengakhiri hubungan mereka, membatalkan pernikahan yang sudah direncanakan sejak awal, dan Terdakwa telah menerima banyak tudingan sebagai seseorang yang tak punya hati karena Korban sempat mengandung anak beliau, dan keguguran... Yang Mulia, kurang lebih seperti itu."

"Teruskan, Khun."

Tay tersenyum. "Terdakwa dan Korban sudah menjalin kasih sejak masih remaja, sebagai seorang kekasih, belum ada keluhan bahwa Terdakwa bukan kekasih yang baik. Saat terdakwa ke Harvard untuk berkuliah, Korban yang tinggal sendirian di Bangkok kemudian pindah ke rumah orang tua Terdakwa, tinggal di sana dengan nyaman, dan pendidikannya dibiayai." Dia melempar pandangan ke arah orang tua Off yang duduk di kursi penonton.

"Yang Mulia, alasan semacam apa kiranya dapat menjadi sebab diakhirinya suatu hubungan yang telah lama terjalin baik adalah kunci dari kasus ini... izin menghadirkan saksi."

"Silahkan," kata salah satu hakim setelah berdiskusi dengan rekan-rekannya.

Kwang, yang kini berambut lebih pendek muncul dan langsung menempati meja saksi setelah dipersilahkan.

"Jaksa, silahkan mengajukan pertanyaan jika ada."

"Baik, Yang Mulia... Saksi, Anda ada di sana saat korban diseret-seret paksa oleh terdakwa dan dicampakkan begitu saja, kan?"

Kwang mengangguk. "Ya, Khun. Saya ada di sana malam itu saat Khun Off menyeret Mild dengan sangat marah."

"Korban memohon-mohon, kan?"

"Ya, Khun."

"Tidak dipedulikan?"

"Ya, Khun."

Jaksa itu tersenyum. "Malam itu, korban pulang ke apartemen temannya—saksi yang negara hadirkan kali lalu—dengan keadaan berantakan, menangis, bahkan pergelangannya membiru karena diseret paksa... Anda tahu karena Anda yang mengantar Korban waktu itu, kan?"

Kwang menggeleng. "Saya tidak terlalu memperhatikan pergelangan tangan Korban karena fokus menyetir, tetapi Anda benar Khun, korban menangis sepanjang perjalanan," jelasnya.

"Sekian saja, Yang Mulia."

"Pembela, silahkan."

"Siapa yang memerintahkan Anda untuk mengantar Korban pulang?"

The Love of A Heartless Manحيث تعيش القصص. اكتشف الآن