Take It or Lose It 4/2

258 32 8
                                    

Jika ada banyak ketidakberuntungan di dunia ini, mungkin bertemu dengan seseorang yang teramat sangat ingin kita hindari adalah salah satunya. Ditambah lagi tidak ada pilihan lain selain menerima keadaan, tidak ada kekuatan untuk dengan satu jentikan jari saja menghapus keberadaan orang itu.

"Andai aku punya Infinity Stones¹." Gun bergumam di meja registrasi para peserta seminar.

"Kau mengatakan sesuatu, Mr. Phunsawat?"

Gun menggeleng pada rekan gurunya, seorang wanita berambut pendek seperti Dora, tanpa poni. "Tidak, Miss Nancy," kilahnya.

Ia curi-curi pandang ke podium auditorium Denver's High School. Di sana, di depan podium itu, berdiri seseorang yang sangat dikenalnya, seseorang yang sudah ditetapkannya akan ia hindari seumur hidup, dan itu berakhir gagal karena mendadak seseorang itu muncul hari ini, menjadi pembicara kegiatan seminar yang menjadi salah satu agenda perayaan ulang tahun sekolah yang ke-75.

"Mr. Adulkittiporn luar biasa tampannya, ya? Dengan kecerdasan semacam itu juga, dia sangat sempurna."

Gun belum pernah terdorong untuk menyumpal mulut seseorang dengan kepalan sebelumnya, tetapi rasanya hari ini ia dapat melakukan itu pada Miss Nancy yang sedari tadi ajek menyanjung-nyanjung Off.

"Apa kau kebetulan mengenalnya?"

"Tidak."

Off bertindak seperti tidak mengenalnya, maka ia akan melakukan hal yang sama. Jangan menantang Gun Atthapan Phunsawat untuk bermain permainan masa bodoh—ya ya ya, ia memang tidak akan menang karena tidak jago, tetapi ia dapat mendorong dirinya untuk melakukan itu.

"Berbisnis adalah segala sesuatu mengenai kesiapan yang bertemu peluang. Kau siap, kau dapat peluang, kau lakukan. Namun, lebih dari itu, hal paling penting adalah kehati-hatian."

Saking berwibawanya Off saat berbicara, seakan-akan seluruh sudut auditorium itu penuh oleh auranya.

"Kalian pasti sudah sering mendengar bahwa keberanian untuk mencoba dan mengambil resiko adalah faktor penting. Itu benar, tetapi dalam berbisnis, aku pribadi menyarankan agar tingkat resikonya juga jadi faktor pertimbangan. Ada resiko yang dapat diambil, tetapi ada juga yang tidak. Resiko yang tidak dapat diambil ini adalah jenis yang akan menciptakan kerugian yang tidak dapat dipulihkan, maka hindarilah."

Gun mau tidak mau mendengarkan, terlepas dari rasa bencinya terhadap si pembicara, bahan bicaraannya masih perlu didengarkan karena mengandung ilmu.

Lihat apa yang dibicarakan, bukan siapa yang berbicara.

"Berpikir kritis dalam mengenali tingkat resiko penting dimiliki, sehingga kerugian permanen dapat dihindari sejak awal, atau sekurang-kurangnya dapat diminimalisir menjadi kerugian yang dapat dipulihkan. Hal ini supaya masih ada sisa-sisa kesiapan, dan ketika peluang lain datang dengan resiko yang lebih rendah, eksekusinya mudah—kurasa sudah cukup karena aku sudah berbicara cukup lama, kalian pasti bosan."

Suara tawa terdengar, tetapi Gun tidak terlibat.

"Terima kasih."

Riuh tepuk tangan dan beberapa siulan menyambut ucapan terima kasih Off. Pria itu berbicara tidak lama, tidak sampai setengah jam, berbeda dengan dua narasumber lainnya.

Namun, Gun akui, Off sangat on point dan tidak bertele-tele, jadi para audiens tidak mengeluh atau menampilkan raut bosan.

Moderator mulai mengambil alih dan membuka sesi diskusi dengan mengizinkan siapa pun bertanya kepada tiga narasumber mereka, seorang siswi mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaan untuk dijawab oleh Off.

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now