And The Wind Keeps Blowing 15/3

208 20 5
                                    

"Kak, aku... upsss." Pim langsung menurunkan nada suaranya, menutup pintu di belakangnya dengan pelan saat menyadari bahwa Gun sedang duduk tertidur dengan kepalanya di tepi ranjang, dan tangannya senantiasa berpegangan pada tangan Off yang juga tertidur.

Gadis itu tersenyum. "Mereka kenapa bisa cocok sekali, ya, kelihatannya?"

Dia berjinjit pelan, dengan pelan juga meletakkan sekotak croissant yang dibelinya dari food corner rumah sakit.

"Seperti biasa, akan aku abadikan momen mereka." Pim mengeluarkan ponselnya, lalu memotret pemandangan OffGun yang tertidur dengan saling berpegangan tangan.

Adik Gun itu punya kebiasaan mengabadikan momen kakaknya bersama Off. Seperti saat mereka Netflix and chill bertiga, Pim akan curi-curi kesempatan memotret OffGun yang meringkuk di balik satu selimut.

Saat mereka menikmati coklat panas bersama, Gun berbicara, sementara Off akan memperhatikannya dengan tatapan penuh puja dan cinta.

Saat mereka duduk membaca di teras depan rumah, kemudian mendiskusikan buku bacaan mereka, berakhir sedikit berdebat karena perbedaan pandangan.

Pim ada di sana, di banyaknya momen yang membuatnya yakin bahwa selain yang ibu dan ayah sambungnya miliki, seperti itulah cinta... seperti yang OffGun miliki.

"Ibu, kau tidak perlu khawatir lagi, dia sudah memiliki seseorang yang menjaganya seperti dia menjaga aku."

Pim pernah berbicara dengan mendiang ibu mereka, mendengar keresahan sang ibu mengenai Gun yang begitu tenang dan dewasa, karena seorang ibu tentu mengenal anaknya. Ibu Gun tentu mengenal Gun, putra sulungnya yang sudah banyak bicara sejak kecil, dengan rasa ingin tahu yang besar, senang sekali dicurahi perhatian, dapat menjadi begitu manja.

Dari mendiang ibu mereka, Pim belajar banyak sifat Gun yang tidak banyak dia pelajari secara langsung dari kakaknya itu, karena Gun selalu berpermukaan tenang, dewasa, dan bijaksana jika bersamanya.

Pim tidak kekurangan kasih sayang, dari ibunya, dari ayah sambungnya, dari Gun, dari Tay, dari New, dan yang tak diduga-duga... dari Off. Membuatnya berhenti bertanya-tanya kenapa sang kakak tidak jatuh hati pada Oab yang sudah mengejar sejak jaman SMA, dan malah jatuh hati pada pria yang baru dijumpai dua kali pertemuan.

"Ssssttt, pelan-pelan."

Pim langsung mengingatkan Arm yang baru masuk untuk menutup pintu geser itu pelan-pelan.

Arm mengangguk. "Mereka sudah lama tidur?"

"Mungkin," jawab Pim. "Aku baru tiba beberapa menit lalu."

"Lebih baik kita keluar lagi saja, biar tidak mengganggu," usul Arm.

Pim menerima usulan itu. "Kupikir akan lebih bagus begitu."

Mereka hendak melangkah pergi, tetapi terhenti mendengar Gun bergumam memanggil nama mereka.

"Apa kami membangunkanmu?" tanya Arm.

Gun tersenyum, menggeleng. Tidak sama sekali." Dengan hati-hati ia melepaskan tangannya yang dipegang Off.

Ia menaikkan selimut untuk menyelimuti Off yang tertidur nyenyak.

"Gun, aku ingin berbicara sesuatu denganmu," kata Arm tiba-tiba.

Gun mengangguk. "Baiklah... Pim, bisa bantu aku menjaganya?"

"Sangat bisa."

Pim duduk di sofa sembari bermain ponsel, sementara Gun dan Arm ke luar, memutuskan untuk berbicara di dekat jendela sudut lantai VIP itu, tempat yang tidak terlalu ramai dilewati orang-orang.

The Love of A Heartless ManHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin