Heaven's Not Too Far 19/2

202 19 5
                                    

Salju selalu menyenangkan untuk para turis, tetapi bisa jadi menyebalkan untuk warga lokal. Pagi membersihkan salju, siang membersihkan salju, sore membersihkan salju, malam pun terkadang membersihkan salju.

Gundukan yang berubah menjadi timbunan dari benda alam berwarna putih itu kalau tidak dibersihkan bisa menjadi cukup menghambat aktivitas. Terkadang tingginya bisa mencapai setengah tinggi pintu.

"Butuh bantuan, Gun?"

Tangan Gun yang tengah berayun sembari memegang sekop langsung diam mendengar suara yang bertanya itu.

"Mr. Peyton, selamat pagi. Kau mau ke kandang kuda?"

Mr. Peyton adalah seorang tetangga, ayah Isaiah, yang tinggal lima ratus meter jauhnya ke kanan.

"Ya, Gun... kenapa tidak pakai mesin saja? Saljunya sudah cukup tinggi."

Gun tersenyum. "Aku tidak begitu paham cara mengoperasikan alat itu, dan sedikit trauma karena pernah hampir hilang kendali."

Mr. Peyton balas tersenyum. "Dapat dimengerti, alat itu bisa sangat sulit digunakan sesekali... mau aku bantu, Gun?" tanya pria berpostur tubuh cukup gagah itu, meski usianya sudah hampir mencapai lima puluh tahun.

"Tak apa, Sir. Aku akan melakukannya sendiri saja, jangan tunda waktumu ke kandang kuda... arena sudah dibersihkan?"

"Sudah, butuh sebelas alat, aku tidak tahu kenapa orang-orang masih ingin berkuda di musim dingin, tapi tidak bisa mengeluh juga karena aku diuntungkan."

Gun terkekeh, bersandar ringan pada sekopnya. "Desa cukup sepi di musim dingin, tetapi yang tidak ke mana-mana agaknya memang tak punya kegiatan lain selain berkuda."

Mr. Peyton mengangguk membenarkan. "Kau sudah sangat hafal tempat ini... betah di sini?" tanyanya.

Gun melempar pandangannya ke sekitar. "Tempat ini luar biasa, Mr. Peyton."

"Well..." Mr. Peyton menyepak-nyepak salju di bawahnya. "...beberapa orang mengatakan desa ini udik, seperti terisolasi."

Perkataan Mr. Peyton mengundang kekehan Gun. "Padahal ada banyak penginapan dan restoran di sini."

"Yang letaknya dua puluh menit dari sini... aku tak akan protes jika wilayah ini khususnya disebut udik. Kuakui ini memang bagian paling sepi dari desa yang aslinya sudah sepi ini. Kita bahkan perlu berkuda sampai ke pemukiman penduduk, karena batas alat transportasi ada di ujung jalan sana."

Gun terkekeh lagi. "Kau membuatnya terdengar semakin buruk, Sir... aku suka El Chaltén. Di sini tenang menurutku, bukan sepi, dan juga luar biasa nyamannya."

Mr. Peyton tersenyum. "Aku tahu, itulah alasan kami tinggal di sini... kuda-kudaku sudah menunggu, aku pergi sekarang," tukasnya.

"Silahkan, Sir."

Gun memperhatikan sebentar Mr. Peyton yang berlalu pergi. Meski distraksinya itu sudah berlalu, ia tidak langsung kembali pada pekerjaan awalnya.

Tubuhnya berputar dalam rangka ingin memperhatikan pemandangan di sekelilingnya, lalu ia tersenyum dengan binar hangat pada matanya kala mengingat kembali saat pertama kakinya menginjak bumi El Chaltén.

Sama seperti pendapat kebanyakan orang yang disinggung oleh Mr. Peyton tadi, saat pertama Gun tiba di sana, ia memang mendapat kesan udik dari El Chaltén.

Pertama, untuk mencapai desa yang terletak di Ladang Es Patagonia Selatan itu, Gun harus menempuh ratusan kilometer dan berjam-jam di perjalanan dari desa lainnya di selatan, El Calafate, karena bandara terdekat ada di sana, dan juga akses alat transportasi lainnya; bus, mobil rental, atau mobil pribadi jika punya.

The Love of A Heartless ManDove le storie prendono vita. Scoprilo ora