Chapter 2

24.4K 1.1K 13
                                    


WARNING !!: typo(s), ucapan kasar dan perbuatan yang tidak patut dicontoh bertebaran

Pray and Happy reading😊

Dirinya begitu bahagia malam ini. Dua jam kemudian Hanna sampai di rumah Bisma.
Ia tak langsung ke sini tadi. Ilham memaksanya mampir untuk makan malam dulu karena di rumah tadi mereka tidak sempat makan karena Bisma bilang sedang buru-buru pada Ayah Hanna.

Tak terasa saking asiknya mengobrol dengan teman-teman Ilham, malam semakin larut.
Tapi Hanna senang karena teman-teman Ilham memang orang yang baik. Bahkan mereka mudah bergaul hingga Hanna bisa cepat akrab.

Ia memaksa Ilham segera pulang padahal Ilham ingin memastikan Hanna masuk ka dalam rumah dan benar-benar aman.

Hanna membalik tubuhnya saat motor Ilham sudah tak terlihat. Ia berjalan pelan menuju pintu utama.
Diam sejenak untuk mempertimbangkan ia harus mengetuk pintu dulu atau langsung masuk saja.
Jika mengetuk, Hanna takut Bisma akan terganggu. Mungkin saja pria itu sudah tidur. Pikirnya.

Tapi jika langsung masuk, Hanna merasa itu kurang sopan walau sekarang Bisma adalah suaminya.

Hanna menarik napasnya perlahan lalu menghembuskannya dari mulut.
Ia mengangkat tangannya ke udara dan mulai mengetuk pintu.

Belum ada tanda-tanda pintu akan dibuka jadi Hanna kembali mengetuknya.

Hanna menyerah. Ia akan masuk saja.

Krek krek

Pintunya terkunci dari dalam.
Hanna menghembuskan napasnya berat lalu duduk di kursi kayu dengan ukiran indah di sebelah pintu.
Untung saja ia sudah makan, jadi hanya tidur semalam di luar rumah Hanna rasa bukan masalah besar.

Gadis itu mendapati sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.

'Segera istirahat.'

Hanna tersenyum. Adiknya.

'Sepulang kuliah, tolong belikan buah dan bunga ke tempat Calista ya.'

'Tidak mau.'

'Nanti uangnya kuganti.'

'Wahh kau mendadak kaya setelah menikah dengan pewaris Karisma group itu."

Hanna terkekeh lalu mengetikkan balasan untuk Ilham.

'Pokoknya harus mau. Nanti kutraktir permen kapas.'

'Tidak lucu, Nona. Itu makanan untuk bocah perempuan yang masih ingusan.'

'Tapi manis untukmu, adikku.'

'Lagi pula Calista juga tidak bisa makan buahnya.'

'Ya sudah, bunga saja. Jangan pelit.'

'Aku sedang menghemat, haha...'

'Benarkah kau di sana sedang tertawa? Wah sayang sekali aku tidak melihatnya.'

'Aku semakin tampan sekarang.'

Hanna menahan tawanya membaca balasan Ilham. Kenapa masih ada orang yang bisa memuji dirinya sendiri?

'Aku mengantuk. Selamat malam, adikku yang manis.'

'Selamat malam, Anna Effendi.'

Hanna meletakkan ponselnya di atas meja kecil yang memisahkan kursinya dengan kursi di seberangnya.
Gadis itu mengatur posisi duduknya agar lebih nyaman untuk tidur.

HURT (Sudah Terbit)✔Where stories live. Discover now