Chapter 13

16.5K 908 11
                                    

Happy Reading 😊😊

"Apa Hanna hamil?"
"Apa!?" Bisma sangat terkejut dengan pertanyaan Ibunya. Ia menatap nyalang pada pintu kamar mandi yang kembali dikunci Hanna. Tangannya terkepal begitu kuat pertanda ia sedang marah.
Demi Tuhan, Bisma akan melakukan sesuatu yang amat menyakitkan untuk menghukum Hanna jika Hanna benar-benar sampai hamil saat ini. Batinnya bersumpah.

Belum sempat Bisma menjawab, suara tangis Hanna terdengar pilu dari dalam.
"Hanna." Casma mengetuk pintu dengan tak beraturan. Ia sangat khawatir pada gadis malang di dalam sana.
Sedangkan Bisma terlihat bingung apa yang seharusnya Ia lakukan sekarang.
"Hanna, buka pintunya, Sayang." Casma ikut menangis dan berusaha membuat Hanna mau membuka pintunya.
Tangisan Hanna semakin kuat terdengar dari luar.
*
*
*
Setelah kepergian Casma, Hanna bersandar di tembok dengan sisa tenaganya dan mengunci pintu.
Tangannya terulur untuk meraih ponselnya di saku jaket yang Ia kenakan.
Menekan angka 1 cukup lama untuk melakukan panggilan cepat ke nomor terpenting menurutnya.

Hanna menggigit bibir bawahnya saat rasa pening semakin mendera kepalanya.
"Anna."
Hanna memijit pelan pelipisnya untuk mengurangi rasa pening di kepalanya.
"Aku di Alpha cafe—"
Sebelum Hanna melanjutkan ucapannya, sambungan telah diputus oleh Ilham.

Tubuh Hanna merosot ke lantai, tak peduli jika pakaiannya akan kotor dan basah. Gadis itu menekan kuat perutnya yang kini terasa perih.
Hanna terisak pelan pada awalnya, tapi gadis itu semakin tak terkontrol. Tangisnya pecah dengan pilu di dalam kamar mandi.
Hanna menutup telinganya saat mendengar ketukan pintu Ibu mertuanya dari luar.
Hanna menangis sejadinya. Tak peduli apapun lagi, Hanna meluapkan kekesalannya terhadap keadaan selama ini dengan menangis sesukanya di kamar mandi.

Hanna ingin melempar ponselnya. Hanna ingin menendang pintu yang terus diketuk dari luar.
Bahkan jika dia hilang kendali, kaca di kamar mandi itu pasti sudah bersimbah darah dan pecah sebelumnya. Tapi akal sehat Hanna masih berfungsi dengan baik. Ia hanya butuh sedikit meluapkan bebannya selama ini.
*
*
*
Setelah memarkirkan motornya di depan cafe yang Hanna maksud, Ilham merogoh ponselnya untuk menghubungi nomor Hanna.
Perasaan Ilham mengatakan Hanna sedang tidak baik-baik saja di dalam sana. Suaranya tadi terdengar parau.

Ilham berlari kecil memasuki cafe dan melihat beberapa orang sedang berkumpul di depan toilet wanita. Bahkan para pelayan cafe pun bergerombol di sana.
Ilham mengembalikan ponselnya ke saku celana dan menerobos kerumunan itu tanpa peduli beberapa orang yang Ia tabrak melontarkan protes.

Ia melihat Bisma juga kedua mertua Hanna berdiri di depan sebuah pintu.
Tanpa basa-basi, Ilham mengetuk pintu yang diyakininya ada Hanna disana.
"Anna." Ilham tampak panik.
Tak perlu mengulangi panggilannya, pintu terbuka pelan dari dalam.
"Anna/Hanna." Ilham dan Casma menyebut kaget nama gadis itu bersamaan melihat Hanna duduk pasrah di lantai.

Hanna menatap Ilham sendu dan lengannya terulur begitu saja pada Ilham.
Detik berikutnya, dekapan hangat dari pemuda itu Hanna rasakan membuat Hanna tak khawatir lagi pada apa pun.
Tangannya yang tadi terulur pada Ilham dan jatuh di punggung Ilham kini ia tarik lagi.
Gadis itu bersandar nyaman di dada Ilham. Mengatur napasnya yang beberapa menit lalu tak stabil.
Kedua tangannya yang terkepal dan dingin bersembunyi di antara pelukannya dengan Ilham.

Ilham mengusap rambut Hanna beberapa kali untuk memberi ketenangan pada 'wanita terpenting'-nya itu.

"Hanna, kamu baik-baik saja, Nak?" Casma ikut menghampiri keduanya.
Hanna hanya diam di dekapan Ilham.

Pandangan heran belasan orang terpusat pada Hanna dan Ilham sekarang.

Setelah dirasa Hanna cukup tenang, Ilham meraih satu sisi wajah Hanna agar menatapnya. "Ayo pulang." Ilham menghapus sisa air mata Hanna.
Hanna mengangguk.
Ilham ingin menggendongnya, tapi Hanna segera menolak dengan menggeleng pelan.
"Hati-hati." Ilham membantu Hanna berdiri.
Hanna tak peduli pada yang lain lagi, ia hanya menunduk dengan mata terpejam dan mempercayakan langkahnya pada Ilham. Bahkan tatapan khawatir orang-orang disana tak dihiraukan Hanna maupun Ilham.

HURT (Sudah Terbit)✔Where stories live. Discover now