Chapter 82-The End

23.2K 534 81
                                    

Sengaja up pagi2 banget biar mood kalian bagus hari ini 😂😂

Siap untuk chapter terakhir?

Happy reading😊

"Duduklah." Bisma mempersilakan Hanna duduk di sofa.
Hanna berjalan ke sofa dengan sedikit kikuk. Bertemu dengan Bisma secara baik-baik sepertinya sangat aneh hingga mereka sama-sama salah tingkah.

"Mau kopi, a... tidak. Kamu tidak bisa minum kopi. Orange juice?" tawar Bisma.

"Tidak apa-apa, aku hanya sebentar," tolak Hanna lembut sembari menggeser map yang tadi dibawanya ke hadapan Bisma. "Aku hanya mengantar ini."

Bisma mengangguk pelan tanpa ingin menyentuh map yang Hanna berikan. "Bagaimana kabarmu?”

Hanna mendongak ketika tiba-tiba Bisma menanyakan kabarnya. Tatapan Bisma jatuh di pergelangan tangannya yang masih diperban. "Ah ini." Hanna menarik sedikit lengan blusnya hingga menutupi pergelangan tangannya. "Sudah baik. Hanya luka kecil."

Bisma mengangguk lagi hingga keheningan tercipta. Mereka semakin salah tingkah karena tak tahu lagi hal apa yang harus dibicarakan agar mereka tak canggung.

"Hanna."
"Bis."
Keduanya kembali salah tingkah ketika saling menyebut nama bersamaan.

"Eum, bagaimana kabarmu?" tanya Hanna mendahului agar mereka tak semakin kaku.
"Baik. Cukup baik," jawab Bisma seadanya.

"Bisma."

Bisma mendongak untuk menanti apa yang akan Hanna katakan.

"Seharusnya kita baik-baik saja sekarang karena ini keputusan kita berdua."
"Maksudmu?” tanya Bisma tak mengerti.

"Ini keputusan kita berdua. Kamu mengirim surat cerai ini dan aku menandatanganinya. Kenapa kamu tampak berantakan, Bisma?"

"A—apa? Aku baik-baik saja Hanna," ucap Bisma dengan tawa hambar yang begitu dipaksakan.

"Kantung matamu tidak bisa berbohong. Kudengar kamu juga sering marah tak jelas pada karyawanmu. Bisma, jangan seperti ini. Aku tak ingin kamu berantakan setelah kita berpisah."

"Kenapa kamu peduli?" tanya Bisma kemudian menegakkan tubuhnya.

"Aku tidak boleh melakukannya? Tidak bisakah kita berteman setelah bercerai?"

"Terserah kau saja." Bisma memalingkan wajahnya dari Hanna.

"Bisma—"
"Satu jam lagi jam makan siang. Mau makan bersama?" tawar Bisma mengalihkan pembicaraan.

Hanna menggeleng pelan. "Aku ditunggu Rangga di depan. Dia ingin membelikan hadiah pernikahan untuk Calista."
"Baguslah." Nada Bisma menjadi datar.

"Kau cemburu? Pada Rangga? Untuk aku atau Calista?"
"Omong kosong macam apa ini Hanna?" Suara Bisma naik satu oktaf.

"Aku berbohong. Aku tidak bersama Rangga."
"Kaupikir itu lucu!? Apa maumu sebenarnya!?"
"Lebih lama bersamamu."

Bisma terdiam mendengar ucapan Hanna baru saja. Hening di antara mereka. "Hanna."
"Aku merindukanmu."
"Ya Tuhan, Hanna. Berhentilah atau aku tak bisa menahan diri untuk memelukmu."

Hanna berdiri, membuka tangannya untuk Bisma. Bisma menatap Hanna tak percaya dan langsung berdiri untuk memeluk tubuh Hanna. Hanna membalas pelukan Bisma penuh rindu.

"Maaf. Maaf, maafkan aku," ucap Bisma berkali-kali.

Hanna mengusap punggung Bisma dengan lembut agar pria itu lebih tenang.
Dalam hati ia berbisik pada bayinya agar menyimpan aroma ayahnya sebanyak-banyaknya dan pelukan hangat itu dan kemudian mereka tak boleh merindukan Bisma lagi setelah ini.

HURT (Sudah Terbit)✔Where stories live. Discover now