Chapter 3

20.7K 1K 7
                                    

WARNING !!: typo(s), ucapan kasar dan perbuatan yang tidak patut dicontoh bertebaran

Pray and Happy reading 😊

Sepeninggal Bisma dari rumah, Hanna segera masuk ke dalam untuk membersihkan diri.
Tubuhnya terasa membeku kala angin pagi yang dingin menerpa kulitnya juga pakaiannya yang basah akibat siraman tak manusiawi dari Bisma tadi.

Baru empat langkah melewati pintu, dadanya kembali sesak melihat dinding di rumah itu terhiasi banyak sekali foto Bisma bersama Calista.
Foto sejak kuliah hingga prewedding mereka masih terpajang indah disana.
Tentu saja keindahannya tak memihak pada Hanna. Hatinya benar-benar harus lebih tebal setelah ini.

Hanna menggeleng.

Sesuatu yang masih dapat Hanna pastikan 'Ia tidak mencintai Bisma. Tidak sampai kapan pun.'
Karena Hanna takut akan lebih sakit dari ini.
Tidak mencintainya saja sudah senyeri ini rasanya. Apalagi jika Hanna sampai mencintainya?
Apa Hanna siap untuk punya hati yang tak berbentuk?
Bisma mencintai Calista. Bukan istrinya.
Itu yang perlu diingat.

Hanna mencari kamar Bisma untuk beristirahat sebentar setelah membersihkan diri.
Punggungnya terasa sedikit ngilu karena benturan dengan lemari kemarin dan juga tidur bersandar di kursi kayu yang keras dan dingin tadi malam.
Sebelum harapannya terpenuhi, ia kembali tercengang melihat puluhan foto Calista di kamar itu.
Lebih banyak foto Calista sendiri daripada yang bersama Bisma.
Jika seperti ini, Hanna yakin takkan bisa menggantikan posisi Calista di hati Bisma. Jangankan menggantikannya, menelusup sedikit untuk mencari celah kosong di hati pria kasar itu saja Hanna rasa tidak bisa. Bisma dipenuhi oleh Calista.

Hanna meraih bingkai foto Calista di atas nakas. "Cepatlah sembuh. Priamu menunggu, Calista. Aku tidak bisa ada di posisi ini. Saat kau sadar nanti, Bisma akan tetap jadi milikmu. Aku menyayangimu."
Hanna menghela napasnya berat lalu mulai memberesi isi kopernya ke lemari.
Sesekali ia juga memperhatikan pakaian Bisma. Mencoba mengenali selera pria itu.

"Lebih baik sekarang aku mandi." Hanna bersenandung kecil lalu masuk ke kamar mandi.

*
*
*

Seperti permintaan Hanna, Ilham datang ke rumah sakit tempat Calista dirawat untuk memberikan-lebih tepatnya meletakkan- bunga dan buah pesanan Hanna sepulang kuliah.
Terlihat sekali raut pemuda itu sangat malas.
Bohong jika Ia mengatakan tak menyayangi Calista. Bagaimanapun dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama.

"Ilham."
Ilham menoleh saat seseorang memanggilnya dari samping.

Ilham mengernyit melihat siapa gadis yang sedang berjalan mendekatinya. "Kau tidak masuk kuliah hari ini," ucap Ilham. Bukan dengan nada bertanya tapi seperti mengingatkan gadis itu jika ia tidak masuk hari ini. Secara tidak langsung Ilham ingin tahu alasannya dan mengapa Ia malah ada di rumah sakit.

"Adikku tadi pagi terpeleset di kamar mandi saat aku akan berangkat. Kau sendiri sedang apa kemari?" Gadis itu melirik apa yang Ilham bawa.
"Kuharap dia baik-baik saja," tanggap Ilham tanpa menjawab pertanyaan teman sekelasnya itu.

Gadis itu tersenyum maklum. Ia sangat hapal dengan tabiat Ilham yang satu ini. Hal pribadi pria itu memang sulit sekali dijamah. Ilham tak suka siapapun membahas kehidupannya. "Hanya sedikit terkilir. Tapi dokter mengatakan boleh pulang setelah infusnya habis."

Ilham mengangguk. "Semoga adikmu menyukai buah, Rahma." Ilham menyodorkan sekeranjang buah segar di tangan kanannya pada gadis yang ia panggil Rahma tadi.

HURT (Sudah Terbit)✔Where stories live. Discover now