Chapter 11

18K 840 4
                                    

Happy reading 😊

"Hanya dengan iming-iming rupiah kamu menjadi jinak ternyata." Bisma tersenyum sinis. "Aku tak menyangka kamu lebih murahan dari yang kupikirkan."

Hanna menunduk semakin dalam. Mencoba membuat telinganya tuli akan setiap ucapan Bisma. Membangun lagi kekuatannya yang selalu diruntuhkan Bisma dengan mudah.

Bisma lebih mendekat selangkah. "Satu lagi, Hanna." Ia berbisik di telinga Hanna, "Aku takkan pernah menyentuh wanita menjijikkan sepertimu. Kau bahkan lupa jika harga dirimu sudah dibeli ibuku dengan suntikan dana ke perusahaan orang tuamu."
Setelah itu Bisma berlalu ke kamar mandi.

Hanna mendongak cepat agar air matanya tak jatuh.
Tangan kanannya bergerak menyentuh dadanya sendiri. Hanna menggigit bibir bawahnya.

Astaga!! Kenapa sakit sekali di dalam sana?
Apa sekarat rasanya lebih menyakitkan dari ini?

*
*
*
Dari atas tangga, Hanna melihat Ilham yang sedang bermain ponsel dengan satu lengan yang bertumpu pada pembatas tangga paling bawah.

Ilham menatap ke atas saat mendengar suara langkah seseorang.
Pemuda kaku itu tersenyum cerah melihat kakaknya berjalan mendekatinya. "Aku kelaparan, Ann," keluh Ilham dengan nada memelas.

Hanna tersenyum "Maaf, ya. Akan kubuatkan sarapan."

Ilham merangkul Hanna menuju dapur.
"Kamu berubah manja," ledek Hanna yang baru kali ini melihat Ilham bersikap manja padanya.

Ilham melepaskan rangkulannya dan duduk di kursi dapur. "Enam tahun bukan waktu yang singkat."

Hanna memeriksa isi kulkas. "Ada rumput laut. Mau sup?"
"Yang lain."

Hanna kembali melihat isi kulkas. "Kari?"
"Aku sedang tidak ingin yang berkuah dan itu terlalu lama. Nasi goreng rumput laut, boleh."

"Okay." Hanna mengangguk lalu memulai acara masaknya.

Ilham mengamati kerja Hanna dari belakang.

"Kamu masih aktif dengan golf?" tanya Hanna.
"Ya, tapi jadwalnya dikurangi karena ada kegiatan wajib. Renang. Huh, bagaimana bisa aku menyukai golf hanya karena seorang gadis hobi pada olahraga itu?" Ilham berucap seakan tak percaya dengan kalimatnya yang terakhir.

Hanna tersenyum. "Aku sudah sangat jarang bermain golf. Kapan-kapan kita harus bermain bersama lagi, Ilham."
"Bermain atau bertanding, Nona?"

Hanna tertawa mendengar sindiran adiknya itu. "Bagaimana dengan nilai akademikmu?"
"Cukup untuk bisa menyusulmu ke Australia."
Hanna terkekeh kali ini. "Yakin?" Ia menggeleng pelan dengan kepercayaan diri Ilham yang begitu tinggi dan jarang ditunjukkan pada orang lain. Hanya bersama Hanna Ilham terlihat percaya diri dan menjadi pria yang aktif. Selain itu Ilham hanya akan bersikap seperlunya saja. Ia terlihat kaku di mata kebanyakan orang.
Tapi bagi Hanna, Ilham adalah sosok paling hangat setelah ayahnya yang pernah Hanna punya.

"Hm." Ilham mengangguk sembari berdiri untuk menghampiri Hanna yang tampak sedikit terganggu dengan rambut panjangnya yang lupa diikat.
Ilham mengambil karet gelang dari rak piring dan mengikat rambut Hanna ke atas.

Hanna menoleh saat Ilham selesai mengikat rambutnya. Gadis itu tersenyum. "Terima kasih."
Ikatannya tampak rapi diukuran seorang pria.
"Terima kasih juga plasternya," tambah Hanna mengingat kakinya yang lecet telah terplaster.
Tentu saja Hanna yakin Ilham yang melakukannya. Mustahil jika Bisma.

Sesaat pria itu meletakkan dagunya di bahu Hanna, mengamati apa yang sedang Hanna lakukan.
Gadis ini tampak cekatan ketika memasak.

Ada nasi goreng dan ada beberapa potongan buah juga sayur di dalam mangkuk. Ilham menebak, Hanna akan membuat nasi goreng rumput laut dan salad rumput laut.
Ilham menyandarkan tubuhnya di kulkas sembari menatap Hanna dari samping.

HURT (Sudah Terbit)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang