Chapter 18

17.1K 754 19
                                    

Happy reading 😊😊

"Aku bisa membunuhmu sekarang jika ingin," ucap Bisma dingin.
"Kau pikir aku takut?" tantang Hanna.
Bisma mendongak, menatap Hanna dengan tajam. Matanya memerah karena marah.
Bisma mendekati Hanna dengan cepat dan menghempaskan gadis itu ke sofa lalu Bisma langsung menindihnya.
Tangan kanan Bisma bersarang sempurna di leher Hanna. Menekannya tanpa ampun.

Hanna menatap Bisma datar. Walau gadis itu merasa dadanya benar-benar sesak dan napasnya terhenti, tangannya tetap diam tanpa perlawanan.

"Kau menyesal?" Bisma menyeringai melihat wajah Hanna semakin memerah. Mata gadis itu berair dan begitu sayu.
Tapi tatapan Hanna tetap datar. Ia tidak takut jika harus mati sekarang. Bahkan ia seperti semakin menantang Bisma lewat pandangannya yang semakin pudar.

Tangan Bisma sedikit mengendur tapi tetap terasa mencekik di leher Hanna.
Hanna mengumpati suaminya dalam diam. Ia seperti sedang dibunuh secara perlahan. Hanna yang hampir menutup matanya kini merasa mendapat sedikit pasokan oksigen lagi.

"Ada permintaan terakhir, Nona?" Bisma semakin menyeringai. Tak ada tanda-tanda pria itu akan menyudahi aksinya.
Satu tangan Hanna mencengkeram tepian sofa. "Ja-jangan," kata-kata Hanna terputus, "laku-kan i-ni p-pa-da Ca-lis-ta."
Tangan Bisma terlepas begitu saja dari leher Hanna.

"Uhukk uhukk uhuk!" Dan gadis itu tarbatuk hebat setelahnya. Napasnya tersengal. Ia hampir mati.
Mati di tangan pria yang ia benci sekaligus ia cintai.

Hanna memegangi lehernya sendiri yang terasa perih, membiarkan Bisma termenung atas ucapannya.

Bisma mengacak rambutnya frustasi lalu beranjak.
"Kenapa berhenti?" cicit Hanna dengan suara amat pelan tapi masih mampu menghentikan langkah Bisma. Ia kembali memancing. Hanna ingin mereka berakhir, walaupun berakhir dengan ia yang mati. Hanna sudah berada di titik terjenuhnya dan ingin menyerah.

Bisma terdiam dengan memunggungi Hanna.
"Jika membunuhku membuatmu puas, lakukan. Tapi... berjanjilah akan membahagiakan Calista." Air mata Hanna kembali menetes tapi gadis itu segera mengusapnya. Hanna menyayangi Calista dan kadang membencinya dalam waktu yang bersamaan karena kekacauan ini tak jauh dari Calista dan Bisma.
Hanna ingin Calista bahagia.

Sebenarnya ia takut Bisma bisa sekasar ini pada Calista nanti saat bersama, jadi ia meminta Bisma untuk membahagiakan Calista.
Sungguh, di saat dirinya yang tertindas pun Hanna masih memikirkan orang lain.
Apakah gadis setulus itu pantas untuk seorang Bisma Karisma yang brengsek?
Bahkan dari sisi manapun Bisma yang tampak tak pantas untuk Hanna.

Bisma menoleh, membungkukkan badannya setelah berbalik lalu membantu Hanna agar bangun.
Hanna menepis tangan Bisma dari bahunya dengan kasar dan menatap sengit suaminya lalu duduk bersandar pada sofa. Gadis itu berpaling saat air matanya menetes semakin deras. Ia mencoba kuat atas ini, tapi tetap saja ini terasa amat menyakitkan.
Hanna melepaskan tangannya dari leher hingga Bisma dapat melihat jelas bekas cekikannya yang memerah di sana.

"Kita perbaiki hubungan kita, Hanna." Bisma duduk di sebelahnya, suaranya berubah normal. Sangat berbeda dengan beberapa saat lalu ketika Bisma marah. "Setidaknya setelah bercerai, kita tidak saling membenci."
"Baiklah." Hanna menjawab ringan. Tapi tidak membenci Bisma setelah perlakuannya selama ini apa mungkin semudah kata 'baiklah' tadi? Tentu saja tidak!!
Apalagi setelah niat Bisma untuk menghabisinya.
Hanna muak pada Bisma. Jadi ia hanya akan menuruti keinginan pria ini agar segera terlepas darinya.

Hanna beranjak.
Berhenti sejenak sebelum melangkah karena ia hampir terhuyung ke belakang.
Sialan! Efek cekikan Bisma membuat Hanna kehilangan sedikit keseimbangannya.
Hanna kembali melangkah pelan.

HURT (Sudah Terbit)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang