Chapter 81

12.6K 503 41
                                    

Happy reading😊

2 hari berlalu.
Hanna mengusap perutnya yang masih sedikit membuncit. Pandangannya terlempar ke luar jendela kamarnya.
Hanna yakin dengan keputusannya.

Hayooo penasaran ya??

eh gak lagi deh😂

Hanna menutup tirai jendelanya dan masuk ke kamar saat pintu kamarnya diketuk dari luar.
Hanna berjalan ke arah pintu dan membukakannya.

"Ca" Hanna melempar senyum lembut pada Calista yang berdiri di depan kamarnya.

"Rafael sudah di bawah" ujar Calista memberitahu.

Hanna mengangguk dan berjalan bersama Calista menuruni anak tangga.
Di sana ada Rafael bersama Ayahnya dengan koper di belakang mereka.

Hanna menghampiri Rafael kemudian memeluknya "Maafkan aku Raf. Maafkan aku"
"Cukup Hanna. Kenapa kamu masih mengatakan maaf padaku? ini bukan salahmu" Rafael mengusap punggung Hanna dengan lembut "sudahlah. Ini yang terbaik untuk kita"

Hanna melepaskan pelukannya pada Rafael "hati-hati"
Rafael mengangguk dan mengusap kepala Hanna "kamu juga" Rafael beralih menyentuh perut Hanna "Jaga dia baik-baik Hanna. Aku akan menemuimu untuk memastikan bayi kita baik-baik saja nanti saat lahir"

Hanna menganggukkan kepalanya berkali-kali dengan cepat "pasti, dia akan menunggu kedatanganmu Raf" Hanna meneteskan air matanya lagi dan Rafael segera menghapusnya.

"kamu lebih cantik tanpa air mata"
Hanna tersenyum untuk Rafael "aku pasti merindukanmu" ucap Hanna kembali memeluk pria di hadapannya.
"aku juga. sudah, aku pergi ya" Rafael melepaskan pelukan mereka sebelum Hanna semakin menangis.

Hanna mengangguk "hati-hati ya"
Rafael kemudian berpamitan pada keluarga Hanna.

Hari ini Rafael memang memutuskan untuk kembali ke Australia setelah Hanna mengatakan keputusannya 2 hari lalu.
Hanna tak ingin menyakiti Rafael karena ia mencintai pria lain.

Hendra yang baru pagi tadi pulang dari rumah sakit mengantarnya sampai di depan rumah bersama yang lain, tapi Hanna memilih berbalik untuk kembali ke kamarnya.

Hanna menaiki tangga dengan hati-hati. Sebenarnya ia sudah melaksanakan perintah Rafael untuk pindah ke kamar di lantai 1 tapi Hanna kembali lagi ke kamarnya kemarin dengan alasan hanya untuk beberapa hari saja.
Hanna memang hanya akan beberapa hari lagi saja tinggal di rumah ini karena keputusannya.

Hanna memasuki kamarnya yang terasa sunyi.
Wanita itu duduk di tepi ranjang dan meraih map di atas nakas. Ia menghela napasnya perlahan untuk membebaskan sesak di dadanya yang masih saja terasa jika mengingat hal ini.

Map itu berisi surat perceraiannya dengan Bisma.

Bisma sendiri yang memberikan surat itu pada Hendra saat meminta maaf. Bisma telah berjanji untuk tidak mengganggu Hanna lagi. Bisma melepaskan Hanna secara agama juga hukum negara.

Hanna membuka map itu dan mengusap pelan tanda tangan Bisma di sana. Bisma Karisma. Nama yang tertera di sana terasa kembali menusuk ulu hati Hanna.

Tidak, Hanna akan tetap pada keputusannya. Ia takkan goyah lagi.
Hanna meraih bolpoin di atas nakas dan ikut memberikan tanda tangannya di sana.

Ini keputusan Hanna. Hidup tenang tanpa Bisma dan tanpa melukai perasaan Rafael.
Hanna akan bahagia sendiri. Bersama anaknya kelak.

tok tok
Pintu kamar Hanna diketuk pelan dari luar.
"siapa"
"aku" Suara Calista menyahut.
"Masuklah, Ca"

Calista masuk ke kamar Hanna.
Hanna tersenyum menatapnya "Ada apa?"
"Kau baik-baik saja?"
"Sangat baik. Kenapa?"

Calista duduk di sebelah Hanna dan melihat surat perceraian itu "Maaf-
"Tidak Ca, ini keputusanku. Aku yakin ini yang terbaik untuk aku juga Bisma. Jangan terus merasa bersalah" Hanna mengusap kepala Calista, hal sederhana yang sudah lama tak ia lakukan pada adiknya itu.

HURT (Sudah Terbit)✔Место, где живут истории. Откройте их для себя