Chapter 7

18.7K 963 9
                                    

WARNING !!: typo(s), ucapan kasar dan perbuatan yang tidak patut dicontoh bertebaran

Happy reading 😊

"Hanna, kenapa?" Casma menatap Hanna khawatir karena gadis itu hanya diam dengan bibir sedikit bergetar menahan tangisnya.

"Hanna ti-tidak bisa, Bu, maaf," ucapnya menunduk. Belum menerima bolpoin dari ibu mertuanya, lantas menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar tangisnya tak pecah. Ketulusan David dan Casma memporak-porandakan perasaannya. Gelanyar hangat sekaligus rasa bersalah memenuhi hatinya saat ini.

Casma dan David tentu saja terkejut. Mereka bersamaan beralih menatap Bisma yang juga diam.

"I-ibu, A-yah," ucap Hanna terbata.  Susah payah gadis itu berucap di tengah kekalutan hatinya  "Maaf, tap-tapi kami ke sini untuk... membicarakan keputusan k-kami hari ini. Hanna dan Bisma—"

"Tanda tangan, Hanna." Kalimat otoriter Bisma terdengar menyapa gendang telinganya penuh ancaman.

Hanna mendongak sedikit menatap Bisma bingung. "Aku tahu ka-kamu–"
"Kubilang tanda tangan. Sekarang." Bisma menatap semakin tajam gadis yang berjarak dua meter darinya itu.

"Apa-apaan ini? Ada apa dengan kalian?" tanya David terlihat bingung di tengah-tengah perdebatan tak jelas Bisma dan Hanna.

Hanna kembali menunduk dan Bisma membuang muka.
"Ada apa, Nak? keputusan apa?" tanya Casma sembari menekan lembut bahu Hanna. Mencoba memberi ketenangan pada menantunya itu. Jelas sekali tubuh Hanna menegang saat ini.

"Maaf, Ibu. Aku dan Bisma sudah sepakat–"
"Hanna!" Bisma nyaris membentak gadis itu.

Jemari Hanna saling meremas di atas pangkuannya.
"Kita bicarakan lagi yang tadi. Sekarang, tanda tangan surat pengalihan nama itu," ucap Bisma mencoba tenang dan terdengar lembut. Ini pertama kalinya Hanna mendapat nada bicara lembut dari Bisma. Tapi ia tahu, di balik itu ada ancaman yang hanya akan berakhir menyedihkan jika Hanna tidak menurutinya. Maka gadis itu menerima bolpoin dari ibu mertuanya.
Semuanya menatap jemari Hanna yang menggoreskan tanda tangannya di atas materai.

"Oh, Hanna!" Casma memekik saat melihat luka di pergelangan tangan kanan Hanna setelah gadis itu menyelesaikan tanda tangannya.
"Bukan apa-apa, Ibu." Hanna segera menarik pergelangan tangan yang tadi dikuasai Casma.

David menatap Bisma yang mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu.

Oh pantas saja tadi Hanna berani menarik tangannya yang diseret Bisma ke sini. Ternyata luka tadi pagi sampai membekas seperti itu.
Tadi pagi saat Hanna membersihkan tempat tidur, Bisma yang melihatnya langsung marah dan menepis tangan Hanna dengan kasar hingga punggung tangannya membentur ujung nakas yang lancip.
Bisma memakinya habis-habisan dengan mengganti bedcover dari lemari. Mengatainya menjijikkan dan peringatan keras untuk tidak menyentuh barangnya sedikit pun.

"Kenapa bisa sampai seperti ini?" Casma kembali meraih tangan Hanna dan mengusap lukanya dengan hati-hati. Lukanya meningggalkan lebam merah dan sampai membiru di tepinya.

David menatap Bisma dengan tajam. Bisma seperti sedang menghindar dari tatapan ayahnya.

"Tadi pagi saat memberesi tempat tidur, tangan Hanna tidak sengaja membentur nakas, Bu. Hanya luka kecil." Hanna tersenyum lembut agar Casma tak khawatir.
"Biar Ibu obati. Sebentar."

"Ibu." Hanna menahan lengan Casma agar tak beranjak. "Ini sudah tidak sakit, Jangan khawatir, Bu."
Casma menghela napasnya. "Lain kali hati-hati, ya."
Hanna mengangguk patuh.

"Satu lagi." Casma memberikan kotak berukuran sedang pada Hanna.
"Apa ini, Bu?"
"Buka saja, Sayang."
Hanna membuka kotak dari Casma. Ia terkejut setelah tahu apa isinya. "Ibu... ini... berlebihan," ucap Hanna tak enak setelah melihat sebuah kalung dengan liontin permata unicorn kecil yang lucu.

HURT (Sudah Terbit)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang