Chapter 19

17.8K 724 25
                                    

Happy reading 😍

"aku... butuh bantuanmu"
"bantuan? apa yang bisa aku bantu?"
"eum" Ilham bergumam sendiri. Tampak bingung harus bicara bagaimana dulu "bisakah kita... berpacaran?"
Mata gadis itu membulat. Sangat kaget dengan ucapan Ilham baru saja.
Setahunya selama ini Ilham hanya menganggapnya seperti teman lainnya. Ia tak pernah merasa terlihat spesial di mata Ilham.
Ilham adalah pria baik yang cenderung diam jika tidak ditanya terlebih dulu. Tapi ia menjawab sapaan semua orang yang menyapanya walau dari luar Ilham tampak seperti pria dingin dan sangat cuek. Padahal Ilham hanya sedikit kaku. Ia mencoba membatasi diri dari apapun yang nengancam masa depannya. Termasuk memilih teman.
80% pertumbuhan remaja dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-temanya.

Tapi sekarang Ilham memintanya untuk jadi kekasihnya??

Ilham terlihat semakin gusar setelah mengucapkannnya "Ra-Rahma, bisakah membantuku... bertemu mamaku sebagai kekasihku? Ha-hanya pura-pura. aku butuh bantuanmu"
"a-apa?" Rahma menatap Ilham bingung.
Pura-pura??
Hanya pura-pura??
Gadis itu kembali mengulangi dalam hatinya.

"begi-ni, aku sedang ada sedikit kesalahpahaman dengan mamaku. aku butuh seseorang yang bisa meyakinkan mamaku kalau... ka-kalau aku... tidak mencintai kakakku"
Mata Rahma semakin melebar saat mendengar penjelasan dari Ilham "ma-maksudmu... kamu... mencintai kakakmu sendiri?"
Ilham menggeleng cepat "tidak, aku menyayanginya selayaknya kakak. Tapi mamaku memandangnya berbeda. Dia khawatir aku terlibat sister complex dengan kakakku, jadi tadi malam aku spontan mengatakan aku punya seseorang yang kucintai" Ilham menjeda kalimatnya "dan... mamaku ingin bertemu. aku tidak tahu harus minta bantuan siapa lagi, kurasa hanya kamu teman wanitaku yang cukup ku kenal. Memang ini mungkin sangat memalukan, tapi aku benar-benar butuh bantuanmu" Ilham memberikan harapannya sepenuhnya pada Rahma.

"kenapa harus bertemu mamamu?"
Ilham menghela napasnya "membuat mamaku percaya. sebenarnya aku tak peduli ia percaya atau tidak, tapi aku hanya tidak ingin dijauhkan dari kakakku kalau Ayahku beranggapan sama"
"Ilham, sebenarnya... mamaku bilang sesuatu saat menolong kakakmu kemarin" Rahma menatap jemarinya dalam pangkuan "perhatianmu pada kakakmu bukan seperti perhatian seorang adik ke kakaknya. tapi... seperti seorang... eum kekasih" suara Rahma memelan di akhir kalimatnya.

Ilham mendesah pelan. Menumpukan kedua sikunya pada lutut lalu menangkup wajahnya sendiri "astaga!" Ilham benar-benar bisa frustasi karena hal ini "kenapa semua orang beranggapan begitu?!"
Rahma meremas jarinya sendiri "sebenarnya, kalau boleh tahu bagaimana perasaanmu pada kakakmu?" Rahma melirik Ilham yang masih menangkup wajahnya.

"seorang adik yang tak ingin kakaknya terluka, apa itu bukan hal yang wajar?" Ilham menoleh pada Rahma. Menatap gadis itu meminta persetujuan.
Rahma terdiam dan tetap menunduk.

"Rahma"
"hm?"
"mungkin selama berteman kamu sudah tahu aku bukan orang yang suka menceritakan masalah pribadiku. mau mendengarnya?"
Rahma mengangguk.
*
*
*
Keduanya masih saling diam walau mereka sudah terjaga.
Bisma yang menunggu Hanna bangun dan ingin segera bicara.
Sedangkan Hanna pura-pura masih tidur memunggungi Bisma.
Hanna ingin Bisma pergi dulu baru ia akan bangun. Hanna tak siap untuk bicara dengan Bisma pagi ini. Menghindar adalah pilihan yang sudah ia tetapkan.

Bisma menggeser dirinya lebih mendekat pada Hanna. Dadanya menyentuh punggung polos Hanna yang terasa hangat.
"Bangunlah." Bisma menyentuh lengan Hanna. "Hanna." Bisma mengecupi leher Hanna agar wanita itu cepat bangun.
Hanna menggeliat kecil dan memajukan tubuhnya.

Bisma melingkarkan tangannya di perut Hanna. "Kau bisa jatuh, Hanna. Buka matamu dan berbaliklah."
Hanna menyingkirkan tangan Bisma dari perutnya. Ia ingin beranjak tapi Bisma segera menahannya. Bisma kembali memeluk Hanna dari belakang.
"Baiklah, kita bicara sekarang. Dengarkan aku baik-baik. Kita akan menunda perceraian."

HURT (Sudah Terbit)✔Where stories live. Discover now