Chapter 6

14.8K 725 2
                                    

WARNING !!: typo(s), ucapan kasar dan perbuatan yang tidak patut dicontoh bertebaran

Happy reading 😊

Teringat email dari temannya beberapa hari lalu, Hanna berjalan ke balkon dan mencari kontak yang 'harus' ia hubungi.

Lama menunggu, akhirnya terdengar sapaan, "Hallo" dari seberang sana.

"Hallo, Kuda cina."

"Yak, Hanna!! Kamu kah ini!?"
"Hm." Hanna bergumam sembari mengangguk, seperti orang di seberang sana bisa melihatnya mengangguk.

"Kau di mana? Sebentar." Hening beberapa detik. "Nomor Indonesia? Kau pulang ke Indonesia!?"

"Aish! Rafael, bisakah tidak berteriak? Aku hanya ingin memberi peringatan padamu, jangan mengganggu Ailee lagi!"

"Lumba-lumba betina itu mengadu?"

"Kalau Ailee tidak bilang padaku, aku tidak akan pernah menghubungimu, Raf"

"Astaga, Hanna! Setiap hari aku datang ke apartemenmu kalau kau mau tahu! Kenapa tidak bilang kamu akan pergi ke Indonesia?"

"Kalau aku bilang padamu sebelum pergi, kamu akan menahanku dengan cara apa pun. Benar, kan?"

"Tapi ini sangat mendadak!"

"Kamu merindukanku? Sama, aku juga merindukanmu. Sudah ya, aku tutup."

"Hanna."

"Apa?"

"Aku akan menyusulmu ke Indonesia."

Hanna menghela napasnya. "Tidak perlu. Aku akan segera kembali ke sana."

"Apa ada masalah di sana?"

Hanna terdiam sejenak. Ya, masalah besar.
"Bukan apa-apa, Raf. Aku sudah enam tahun tidak pulang."

"Ini belum masuk waktu liburan. Katakan, Hanna, ada masalah apa di sana? Apa aku bisa membantu?"

"Bantu aku dengan tetap fokus kuliah di sana. Jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja."

"Hm, aku tidak berjanji. Jangan terkejut jika aku tiba-tiba muncul di depan rumahmu." Rafael menutup sambungan.

Hanna menatap ponselnya jengkel.
Kenapa hidupnya selalu dikelilingi oleh pria-pria pemaksa, sih?
Bisma, Ilham dan juga Rafael.
Mereka suka sekali memaksa Hanna walau berbeda konteksnya.

Hanna masuk ke kamar lalu meletakkan ponselnya di sofa.
*
*
*
Sejak pulang dari kantor tadi, Bisma terus membuat dirinya sibuk di ruang kerjanya.
Sudah dua hari ini ia dan Hanna tak terlibat perbincangan sesingkat apa pun. Hanya sedikit cekcok tadi pagi tanpa sahutan dari Hanna. Hanya Bisma yang memakinya.

Hanna yang tak kunjung melihat Bisma masuk ke kamar menjadi bertanya-tanya. Apalagi ada hal penting yang ingin ia sampaikan.
Hanna memutuskan untuk ke ruang kerja Bisma.

Hanna mengetuk pintu dengan pelan.

"Pergi sekarang kalau kamu masih ingin hidup." Suara dingin dari dalam sana menyahut.

Hanna menghela napasnya. Hanna mengatakan dalam hati bahwa ia harus lebih sabar menghadapi suaminya. "Ada hal penting yang ingin aku bicarakan."

Hening.
Hanna menggigit bibir bawahnya gusar. Sepertinya Bisma benar-benar tak ingin diganggu.
Hanna memutar tubuhnya, tapi sebelum melangkah, pintu di belakangnya terbuka.
Hanna kembali berbalik. Menatap Bisma sebentar lalu menunduk gugup.

HURT (Sudah Terbit)✔Onde histórias criam vida. Descubra agora