Laugh & Cry [2]

564 90 20
                                    


Entah apa yang membuat Jihoon pagi ini bersedia turun dari kamarnya untuk sarapan di meja makan bersama Mark. Padahal kemarin mendengar namanya dari bibir pelayan saja dia masih muak, apa ini artinya Jihoon mulai memaafkannya?

Jihoon rasa bukan itu alasannya!

Ada alasan lain yang mendesaknya untuk bicara dengan Mark meski sebenarnya hatinya sangat tak ingin.

Jihoon menarik kursi persis diseberang Mark dan duduk dengan tenang.

Tampaknya bukan hanya Jihoon yang heran dengan sikapnya sendiri karena Mark terus menatapnya tanpa berkedip sejak ia muncul di pintu masuk ruang makan, mengabaikan tablet digenggamannya yang entah menampilkan apa.

"Selamat pagi hyung,"Sapaan halus dengan senyum tipis itu mengawali percakapan di meja makan.

"Pa-pagi juga,"jawab Mark masih terheran-heran.

"Hyung baik?"

"Ya, cukup baik,"suara Mark terdengar tak yakin,"Kau sendiri?"

"Seperti yang terlihat."

Percakapan terhenti sebentar dan keduanya mulai memotong pancake di piring dengan pisau.

Sarapan pagi ini sederhana saja, hanya pancake dengan siraman madu dan beberapa potong buah berry diatasnya. Perbedaan antara menu miliknya dengan Mark hanya pada minuman mereka, yaitu secangkir kopi untuk Mark dan segelas susu untuknya.

Sebentar, sejak kapan hyungnya itu minum kopi di pagi hari? Lalu setelan jas mahal, bau parfum yang menusuk, dan tablet di atas meja itu?

Oh.... Jihoon tak suka ini, penampilan dan sikap hyungnya itu sudah seperti kepala keluarga saja.

Jihoon menusuk buah berry dengan garpu dan memakannya,"Kudengar hyung menunda kuliah?"

Mark menghentikan gerakan memotongnya dan memandang Jihoon yang masih setia menatap pancake di piring, "Hyung memang memutuskan untuk menunda kuliah dan fokus belajar mengurus perusahaan, Yah, kau tahu kan..." nada suaranya memelan dan terdengar lebih sedih,"Appa tak bisa melakukan apapun sekarang."

Tanpa sadar Jihoon menahan nafas, tentu saja dia tak tahu, dia tak akan tahu seandainya semalam telinganya tak sengaja mendengar percakapan Sean dan Ryuu, "Bagaimana kondisinya?"

Mark meletakkan pisau dan garpunya, terlihat jelas kehilangan selera makannya,"Buruk, dokter bilang jantungnya makin melemah."

Jihoon meneguk ludah kasar, namun berusaha terlihat tetap tenang,"Boleh aku menjenguknya?"

Mark menatap Jihoon tak percaya,"Kau serius?"

Jihoon mengangguk pelan,"Kenapa hyung sekaget itu? aku juga anaknya."

Mark terlihat salah tingkah,"Kupikir kau membenci appa."

"Aku tak pernah bilang membencinya,"nada suara Jihoon terdengar tersinggung sehingga Mark makin salah tingkah.

"Maafkan hyung,"ucapnya buru-buru.

Jihoon memasukkan sepotong pancake ke dalam mulut, mengunyahnya tanpa minat,"Pulang sekolah aku akan ke rumah sakit."

Mark mengangguk, "Hyung sendiri yang akan menjemputmu."

Sementara pancake di mulutnya meluncur ke dalam kerongkongan, Jihoon meletakkan pisau dan garpunya,"Terserah saja, aku selesai."

!@#$%^&*()

.

.

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Where stories live. Discover now