Kopi

3.3K 293 29
                                    

Aroma kopi menguar pekat kala Jeongwoo membuka pintu. Musik jazz mengalun pelan mengiringi langkahnya menuju meja pemesanan.

"Mocchacino satu, americano satu, cappucino satu dan vanilla latte satu," pesan Jeongwoo, ia bahkan tak perlu repot-repot menatap papan menu untuk memutuskan karena semua pesanan sudah terekam di kepalanya.

Pelayan wanita di depannya menyuruhnya menunggu sebentar dengan senyum merekah. Kembali aroma khas menguar dari mesin pembuat kopi. Sejujurnya aroma pahit pekat itu bukan aroma faforitnya karena ia lebih menyukai aroma buah segar.

Pesanan barusan juga bukan untuknya. Ini bahkan pertama kalinya Jeongwoo menginjakkan kaki di gerai kopi, karena ia tak pernah minum kopi lagi sejak pertama mencicipinya 3 tahun lalu.

Sembari menunggu, pandangan Jeongwoo mengedar pada interior ruangan yang terkesan vintage. Dindingnya bemotif batu bata yang dicat coklat muda dengan lantai bermotif kayu.

Bagian atap dicat hitam dihiasi pot-pot tanaman menggantung serta Lampu-lampu bertudung sangkar yang memancarkan cahaya kuning lembut. Di salah satu sisi ruangan, furniture kursi dibuat seperti ayunan tunggal yang saling berhadapan. Tampaknya itu spot khusus untuk orang yang datang berdua saja.

"Silahkan pesanannya."

Suara ceria sang pelayan menarik atensi Jeongwoo dari salah satu meja dekat jendela yang ditempati dua orang, "Ah terima kasih."

Jeongwoo lantas pergi ke kasir dan membayar. Setelah menerima struk, bukannya langsung keluar Jeongwoo justru duduk di salah satu kursi dekat jendela, menikmati lalu lalang kendaraan dan langkah-langkah tergesa ternaungi payung di luar sana. Sebenarnya, ada sesuatu yang menarik perhatiannya sejak ia di kasir.

"Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!" dari arah belakang Jeongwoo, suara emosi seorang gadis memaksa pendengarannya menajam.

"Aku tak tahu, semenjak bertengkar dengan Yuri lokerku selalu penuh dengan sampah, dia tak mau bicara denganku bahkan tak mau mengakui kesalahannya,"sebuah suara halus menimpali dengan nada putus asa.

"Memang apa masalahnya sampai Yuri bersikap kurang ajar begitu?"

"Dia tahu aku menyukai kekasihnya dan minggu lalu kami mengerjakan tugas kelompok berdua."

"Apa ? bagaimana dia tahu Hara?"

"Aku tak tahu Jean, aku tak tahu," nada suaranya semakin frustasi. "Yuri mungkin kecewa, aku memang menyukai Jaehyuk, tapi sungguh kami murni hanya mengerjakan tugas."

"Kau tak perlu khawatir, Jika Yuri melakukannya lagi katakan saja padaku Hara, aku akan bantu menyelesaikan kesalahpahaman ini."

Pembicaraan keduanya terhenti sesaat, Jeongwoo tahu gadis bernama Hara yang duduk memunggunginya sedang larut dalam pikiran.

"Terima kasih banyak."

Terdengar tawa kecil, "Tentu saja Hara, kita ini sudah berteman sejak masih merangkak."

"Ah, aku harus pergi sekarang, setengah jam lagi aku ada janji dengan kakakku."

"Baiklah, hati-hati."

Terdengar suara derit kursi di dorong lalu seorang gadis bersweater biru melewati Jeongwoo. Jeongwoo menghela nafas kecil, merogoh hp dalam saku lalu mengetikkan pesan di grup chat. Tak sampai semenit, pesannya mendapat respon.

Yedam Hyung

Lihat ke luar jendela. Balkon.

Jeongwoo sontak menerawang ke luar jendela, menatap lurus balkon restoran Chinese Food di seberang jalan. Gerimis sedikit mengaburkan pandangannya. Butuh hampir 10 detik baginya untuk menyadari sosok berjaket denim yang duduk sendirian di tepi balkon.

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Where stories live. Discover now