Realize

983 121 15
                                    

Sejak lima menit yang lalu hanya suara denting garpu dan sendok yang terdengar. Sarapan pagi hari ini sederhana saja, hanya roti panggang dengan telur dan madu. Biasanya menu sarapan akan lebih bervariasi saat jadwal masak Yoonbin atau Yoshinori, tapi karena Doyoung tidak begitu bisa masak jadi setiap gilirannya menu makanan di atas meja agak monoton.

Tadi pagi Jihoon sedikit membantunya menyiapkan sarapan. Meski sempat ia tolak tapi mana mau Jihoon mendengarkannya. Pada akhirnya sarapan siap lebih cepat karena bantuannya.

Sudah jadi kebiasaan bahwa setiap di meja makan, tidak akan ada yang bicara. Itu adalah tata krama dasar yang diajarkan sejak mereka kecil. Doyoung pikir Jihoon akan berisik seperti kemarin, nyatanya sejak tadi dia duduk tenang sambil mengunyah makanannya pelan-pelan. Justru yang mengherankan adalah Yoobin. Barusan tiba-tiba dia melanggar kebiasaan itu dengan menyapa Jihoon ditengah-tengah makan.

"Jihoon, bagaimana kabar Mark hyung?"

Jihoon menghentikan garpu yang hampir masuk ke mulut dan menatap Yoonbin, "Sedang sibuk persiapan ujian dan masuk universitas."

Jaehyuk berdecih, "Bahkan tanpa belajar pun bukannya harta dan koneksi orang tua kalian sudah cukup untuk membuat lolos universitas ternama."

"Jae hyung..." tegur Yoonbin.

"Apa? aku bicara fakta!"

"Tidak apa, itu memang fakta, lagi pula tidak ada yang salah juga kan dengan memiliki harta banyak, tidak ada aturan yang bilang punya harta banyak dan koneksi adalah dosa."

"Dasar sombong," gerutu Jaehyuk.

"Mau melanjutkan kemana setelah ini Mark hyung?"

"Amerika, sekalian belajar mengurus cabang usaha di sana."

Pembicaraan terhenti dan suara denting sendok dan garpu kembali memecah kesunyian. Doyoung memperbesar suapan roti panggangnya. Ia ingin segera menyelesaikan sarapan dan berangkat ke sekolah.

Moodnya masih terbawa kejadian dini hari tadi. Setelah Jihoon tidur, Doyoung menangis dalam diam selama berjam-jam, membuatnya bangun dengan mata bengkak hingga terpaksa menggunakan kaca mata.

Untungnya akhir-akhir ini Doyoung mulai sering menggunakan kaca mata sehingga tindakannya ini tidak menimbulkan kecurigaan dari hyung-hyungnya. Niatnya hanya untuk fashion dan memperbarui penampilan, tapi siapa sangka ternyata berguna lebih dari itu. Jika mereka sampai tahu Doyoung menangis semalam dan itu semua karena Jihoon, entah bagaimana reaksi mereka.

"Bagaimana kabar Asahi?"tanya Jihoon.

Seketika semua orang di meja makan menghentikan gerakannya. Doyoung menoleh cepat pada Jihoon yang terlihat santai. Berani sekali dia mengungkit masalah Asahi di depan semua orang padahal pasti dia sadar jika dicurigai.

"Peduli apa kau padanya,"sentak Jaehyuk.

Benar kan dugaan Doyoung, aura di meja makan mulai terasa tidak nyaman. Bahkan meski Yoonbin dan Yoshinori diam saja tapi Doyoung bisa merasakan perubahan mood mereka.

"Aku sudah menceritakan semuanya pada Doyoung, jujur maafkan aku,"ujar Jihoon sambil menunduk.

Jaehyuk meletakkan alat makannya dengan kasar, "Tidak ada jaminan jika itu hanya bualanmu Jihoon,"sinisnya.

Suasana meja makan mulai meneggang. Doyoung bahkan sudah tak selera menyentuh sarapannya lagi. Ia meremat sendok dan garpu di kedua tangan kuat.

Yoshinori berdehem kecil, "Mungkin kami akan bisa percaya padamu jika kau membantu mengungkap kasus ini."

Doyoung sontak menatap ke hyung tertuanya itu, begitu juga semua orang di meja makan. Otaknya masih berusaha memahami jalan pikiran Yoshinori tapi Yoonbin sudah lebih dulu menimpali.

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Where stories live. Discover now