The Day (END)

649 91 73
                                    


“Harusnya kau mati!”Pekik Haruto emosi.

“Berhenti menyalahkanku sialan!”

Keduanya bergulung-gulung dalam kondisi sama-sama babak belur. Lentera yang menjadi satu-satunya penerangan tergeletak di tanah, tak jauh dari posisi mereka bergulat.

Haruto sempat terkejut karena dalam kondisi terluka Jihoon masih bisa melawan, seharusnya dia sudah terkulai tak berdaya.

Jihoon kini duduk di atas perutnya, berusaha mencekiknya, seringai lebar terpatri di bibirnya. Sekali lagi Haruto dibuat terkejut karena cekikannya sangat kuat hingga Haruto kesulitan bernafas.

“Sudah kubilang berhenti menyalahkanku! Aku sudah bersabar menghadapi keegoisanmu selama ini Haru! Kalian orang-orang penuh dendam selalu memakan korban tak bersalah!”ucap Jihoon dengan nada emosi.

“Ugh…”Haruto kesulitan bernafas, sialan! Bukannya fisik Jihoon payah, lalu darimana asalnya kekuatan sebesar ini?

Jihoon tertawa-tawa, seolah mencekik Haruto adalah kesenangan,”I am not gonna kill you, it’s just small lesson oke,”Jihoon mendekatkan wajahnya hingga ujung hidungnya menyentuh ujung hidung bangir Haruto,”Pfffttt... hahaha, friend!”

Dengan sekuat tenaga Haruto melepaskan cengkraman Jihoon dan mendorongnya menyingkir dari tubuhnya. Haruto meraup oksigen sebanyak yang ia mampu, rasanya ia ingin muntah karena tenggorokannya sakit akibat cekikan.

Tatapan tajamnya berpaling pada Jihoon yang terbaring telentang di tanah, mulutnya setengah terbuka dan tatapannya kosong ke arah langit. Anak haram itu benar-benar…..

Jihoon perlahan bangun untuk duduk, ia memandang Haruto dengan kosong, seperti orang linglung.

“Ugh….”Lagi-lagi Jihoon merintih karena tatonya seperti ditusuk. Untuk sesaat ia bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa mencekik Haruto? Tapi kenapa juga dia tak bisa mengendalikan diri?

Haruto bangkit berdiri, menatap geram pada Jihoon. Ia menarik paksa kedua tangan Jihoon dan menyeretnya ke tepi tebing tanpa ampun.

“Lepas!”Jihoon berontak, ia telah berada di tepi tebing, derasnya hujan dan kegelapan mengaburkan pandangannya, tapi gemuruh ombak hebat bercampur deru angin dan hujan terdengar menjadi-jadi.

Di bawah tebing ombak bergulung-gulung ganas, menghantam batuan dengan keras seolah berniat merobohkan bebatuan yang berdiri kokoh itu.

Dalam detik-detik krusial ketika punggungnya hendak di dorong, pikiran Jihoon berkecamuk, jadi dia akan benar-benar berakhir?

Jihoon bukannya takut mati, kematian memang sudah ada di pikirannya sejak lama. Tapi jika ia mati kali ini, seseorang akan hidup sebagai pembunuh! Jihoon memang ingin mati, tapi tidak dengan cara seperti ini!

Menanggung beban sebagai pembunuh adalah penyesalan yang tak terkira pedihnya. Jihoon telah hidup dalam kubangan penyesalan bertahun-tahun sekalipun malam itu dia hanya “membela diri”.

Mungkin Haruto berbeda, barangkali dia tak akan menyesal, barangkali justru Haruto akan merasa bebas setelah membunuhnya, tapi satu hal yang pasti, selamanya dia akan hidup dengan cap sebagai “pembunuh”.

Sedikitnya Jihoon memahami perasaan dendam Haruto, siapa yang tak dendam orang tua meninggal secara tak wajar, ayahnya meninggal karena sakit --- padahal hubungan mereka buruk --- saja Jihoon merasa pedih, apalagi Haruto kehilangan ibu.

Tapi bukan Jihoon yang membunuh ibunya!

Bukan dia!

Haruto mungkin tak bisa berpikir jernih, tapi Yedam? Junghwan? Mereka pasti berpikir demikian! Mereka lebih objektif dan perbedaan pandangan itu kelak pasti jadi masalah besar. Jika Haruto membunuhnya, Jihoon yakin, persahabatan mereka tak akan lagi sama!

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Where stories live. Discover now