Jepang

1.2K 170 27
                                    

BRUKKK !!!

Entah Sudah keberapa kali Jihoon terjembab ke tanah pagi ini. Nafasnya terengah-engah membentuk asap putih ditengah cuaca yang bersalju. Tangan dan wajahnya dihiasi banyak goresan luka kecil.

Luka beberapa minggu lalu baru memudar sekarang ia sudah menambah banyak luka lagi. Dengan sekuat tenaga Jihoon berusaha bangkit dan melanjutkan perjalanannya.

Berlari di lereng gunung dengan punggung mengendong keranjang bambu berat sungguh sulit, terlebih dalam cuaca dingin seperti ini. Meski salju tidak turun pagi ini, namun tetap saja tumpukan salju sisa hujan salju semalam membuat tanah lebih licin.

Jihoon menghentikan langkah ketika ia sudah sampai di pelataran rumah kayu besar bergaya tradisional. Nafasnya rasa-rasanya mau putus dan dadanya bergemuruh. Keringat membasahi sekujur tubuhnya yang berbalut mantel tebal.

Pintu rumah itu tiba-tiba bergeser. Jihoon tak memperhatikan orang yang kini berdiri di ambang pintu karena terlalu sibuk mengatur detak jantungnya.

Tarik nafas buang tarik nafas buang begitu seterusnya hingga detak jantungnya mulai kembali normal.

"Tiga jam tepat," suara berat orang dihadapannya membuat Jihoon meringis kecil.

Ia menatap laki-laki yang sedang berdiri tegak di depan pintu dengan tangan kanan memegang pedang kayu. "Apa? Hanya lebih cepat satu menit dari kemarin."

Haruto mengangguk, "Itu sudah perkembangan."

Jihoon melepas keranjang bambu di punggung dan meletakkannya dengan sedikit menyentak ke tanah, "Tentu, perkembangan bagus," ujarnya kesal.

"Setidaknya aku bertemu beberapa tanaman baru, hey lihat apa ini ? sejenis rumput liar ?" ujar Jihoon sambil mengambil sejumput tanaman mirip rumput liar tinggi.

"Ya, itu rumput liar."

Jihoon melempar tanaman itu kembali ke keranjang. Percuma dia susah payah mencabut tanaman tadi dan untungnya dia tak membawa dalam jumlah banyak. Yang ada hanya akan menjadi sampah saja.

"Apa ini ? kenapa bentuknya aneh begini ?" ujar Jihoon sambil mengamati tanaman yang ia maksud.

"Berikan saja itu pada nenek Ayane, Itu kesukaanya."

Jihoon mengedikkan bahu lalu mengembalikannya ke keranjang. Jihoon mengambil salah satu tanaman dan menunjukkannya pada Haruto, "Aku mendapatkannya sampai harus merangkak-rangkak ke bagian atas gunung dan lecet-lecet."

"Itu bagus."

Jihoon menghela nafas pelan, meletakkan tanaman itu kembali bersama tanaman lainnya.

"Kau masih bisa melanjutkan ?"

Jihoon menyeringai tipis ke arah Haruto, "Tentu, aku masih punya banyak lemak untuk dibakar."

Haruto melempar pedang kayu di tangannya yang diterima dengan baik oleh Jihoon. "Kita lihat berapa banyak kau akan jatuh dan merintih kali ini."

!@#$%^&*()

.

.

.

Suara gemericik air yang dituang ke dalam gelas sangat menenangkan. Asap mengepul dari dua cawan keramik hitam di atas nampan kayu coklat kehitaman.

Di sebelahnya berdiri teko keramik antik bundar hitam berukuran sedang yang diletakkan di atas tungku batu berbentuk persegi.

Di dalam tungku batu itu terdapat batuan arang yang dibakar sehingga menjaga teko tetap panas. Asap mengepul-ngepul dari lubang teko, membumbung tinggi higga perlahan mengabur di udara.

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Where stories live. Discover now