The Truth

484 93 28
                                    

Sejak 5 menit lalu Yora tak henti-hentinya berjalan mondar-mandir ke sana kemari di dalam kamar kecil ini. Posisinya saat ini juga bukan di rumahnya sendiri melainkan di sebuah pondok kecil pinggir kota.

Kenyataan bahwa dirinya baru saja tertangkap basah oleh murid-muridnya sendiri sudah membuat Yora kalang kabut, lalu 15 menit lalu tiba-tiba pamannya mengirim sebuah video. Video ketika dirinya terpergok hampir melakukan aksi pembunuhan.

Yora memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut menyakitkan, kondisi fisiknya yang kelelahan ditambah kebodohan fatal yang baru dia lakukan, sungguh rasanya Yora ingin membenturkan kepalanya ke dinding.

Bagaimana bisa dia sebodoh ini?

Kenapa dia tak membayar orang saja?

Kenapa begitu gegabah menuruti nafsunya untuk menghabisi Hyunsuk dengan tangannya sendiri?

Bodoh Yora! Bodoh benar kau! Jelas kelelahan fisik dan teror mental yang ia alami belakangan membuatnya tak bisa lagi berpikir jernih. Pikiran Yora kacau balau!

"Kenapa tiga bocah itu tiba-tiba muncul sih? Arghhh...." Yora menjambak rambutnya sendiri dengan kedua tangan, frustrasi berat dengan situasi ini.

Sama sekali tak terpikirkan dibenaknya bahwa tiga bocah itu akan datang menjenguk ke rumah sakit.

Padahal Yora sudah membayar bos kedua orang tua Hyunsuk supaya membuat mereka kerja sampai malam, jadi Hyunsuk sendirian dan Yora bisa menghabisinya.

Juga secuil pun tak terbayang ada orang yang menaruh kamera di ruang rawat itu! Ada orang yang mengawasi Hyunsuk diam-diam!

Tapi Siapa? Kenapa?

Polisi mengatakan bahwa insiden Hyunsuk adalah penjarahan. Siapapun pasti berpikir bahwa itu nasib apes semata dan tak mungkin si penjarah berniat memperpanjang urusan dengan repot-repot meenghabisi Hyunsuk lagi.

Jadi, orang yang menaruh kamera itu pasti orang yang tahu bahwa nyawa Hyunsuk belum sepenuhnya aman, orang yang mungkin tahu hubungan Yora dan Hyunsuk ... Orang itu....

Sesaat Yora terdiam mematung menyadari sesuatu, orang yang pernah memergokinya dan Hyunsuk hanyalah Jihoon dan Haruto, apa mereka berdua pelakunya?

Suara berisik dari ponsel miliknya membuat Yora terkesiap, buru-buru ia menyambar ponsel di atas kasur.

Jantungnya serasa akan meledak melihat nama "aboeji" tertera di layar. Perutnya serasa merosot dan tangannya mulai gemetaran.

Astaga, ayahnya pasti mengamuk, tapi Yora tak ada pilihan selain menjawab panggilan itu. Hanya sang ayah yang bisa menolongnya.

"Ha-hallo appa,"ucapnya terbata.

"Anak bodoh! Bagaimana bisa kau berbuat hal sebodoh itu?"

Sesaat Yora menjauhkan layar ponsel karena suara menggelegar di seberang sana menyakiti telinganya.

"Sekarang semua berita memberitakanmu, menyebut-nyebut statusmu sebagai anakku. Mark mengamuk dan entah apa yang akan dia lakukan!"

Yora mengigit bibir bawahnya cemas, ini sudah dalam prediksinya tapi menghadapi situasi secara langsung sungguh hatinya tak siap.

"Appa... Sebenarnya.... "Kemudian Yora menceritakan beban yang memberati pikirannya selama ini, soal rekaman itu.

"Astaga Yoraaaa, keputusanku membiarkanmu berbuat sesuka hati memang salah besar! Sekarang dimana rekaman itu?"

Suara diseberang sana terdengar kian murka. Rasanya Yora ingin menangis membayangkan seluruh wajah ayahnya memerah dan urat-urat di wajahnya tertarik muncul karena berang.

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Where stories live. Discover now