Hyunsuk Life

925 117 35
                                    


Entah sudah berapa lama Jihoon berjalan, langit sudah gelap dan seluruh kota kini berkerlap-kelip oleh lampu-lampu berbagai warna. Jihoon sudah letih berjalan tanpa arah, telapak kakinya sakit sementara tangan kirinya yang sudah ia bebat dengan kain hasil merobek lengan kemeja seragamnya, terasa luar biasa ngilu.

Sebenarnya sejak melewati gerbang rumahnya, Jihoon berniat langsung menghampiri Hyunsuk ke Kayoi Restaurant, tapi niatnya urung karena ingat Hyunsuk di sana punya tanggung jawab. Jihoon tidak ingin menampakkan diri dengan kondisi menyedihkan dan membuat Hyunsuk gelagapan sementara banyak pekerjaan menunggu di dalam restoran.

Lalu kenapa Jihoon tidak pergi ke rumah kawannya yang lain saja? Tidak. Jihoon tidak mau membeberkan masalahnya yang ini. Ia malu, gengsi, sekaligus tidak mau terlihat lemah. Baginya masalah ini terlalu sensitive dan pribadi.

Pada akhirnya Jihoon menyerah berjalan tanpa arah dan memutuskan menunggu Hyunsuk di coffee shop sebelah Kayoi Restaurant hingga jam kerjanya selesai. Untungnya Jihoon sempat merebut tas sekolahnya dari seorang pelayan sewaktu akan keluar rumah dan mengambil barang paling berharga, yaitu dompet.

Jihoon punya cukup uang tunai dan sekalipun Mark memblokir debit card dan credit card nya itu bukan masalah. Jihoon selalu memperkirakan kemungkinan terburuk bahkan sejak masih awal SMP, karena itu ia sudah menyiapkan mantel sebelum hujan.

Untungnya meski Mark dulu memperlakukannya dengan buruk, tapi ia tak pernah mengutak-atik uang bulanan dari ayahnya yang dipegang Sean. Uang itu Jihoon tabung dan diam-diam dia membuat rekening baru. Jihoon bahkan menitipkan sebagian tabungannya ke rekening khusus milik Mashiho untuk jaga-jaga kalau rekening barunya terlacak. Kini jumlah tabungannya selama bertahun-tahun sudah lumayan. Pantas saja Mark bisa menyuap para guru selama bertahun-tahun, entah berapa banyak uang mengalir ke rekeningnya mengingat dia anak kesayangan, apalagi sekarang juga ikut mengurus perusahaan.

Pukul 12 malam, Jihoon memutuskan keluar dari gerai setelah menunggu dalam kebosanan selama berjam-jam. Ia sudah menghabiskan 3 cangkir kopi, akibatnya sekarang ia merasa kelebihan energi. Jihoon duduk di tepi trotoar, berkedip-kedip pelan menatap jalanan yang masih ramai kendaraan.

Mungkin hanya sekitar tiga menit ia melamun hingga seseorang memanggilnya dari belakang. Jihoon menoleh dan melihat Hyunsuk sudah mengenakan jaket dan topi siap untuk pulang. Jihoon hampir tak mengenalinya karena terbiasa melihat poni belah tengahnya. Ternyata topi berpengaruh besar pada penampilan.

"Ji, kenapa di situ?"

Jihoon bergegas berdiri, tapi ia bingung bagaimana mengutarakan maksudnya. Mereka tidak dekat, jadi permintaan numpang menginap pasti terdengar sangat merepotkan.

"Itu tanganmu kenapa?"Hyunsuk memandang tangan kirinya yang dibebat kain secara asal.

"Itu...mmm....boleh aku ikut ke rumahmu?"tanya Jihoon ragu-ragu.

Hyunsuk menatapnya datar beberapa saat tanpa mengatakan apapun membuat Jihoon salah tingkah. Dibenaknya sudah terlintas nama-nama hotel dekat sini yang tadi ia lewati, jaga-jaga kalau Hyunsuk menolak permintaanya, ia bisa langsung menjatuhkan pilihan.

"Ya sudah ayo, tapi aku bawa sepeda, kau bisa berdiri di belakang kan."

Jihoon menatap tak percaya, padahal ia sudah yakin 70% ditolak,"Eh..,jadi aku diijinkan?"

Hyunsuk mengangguk, ia mengambil sepedanya yang terparkir di samping gedung restoran,"Mau berdiri disitu terus?"ujarnya setelah menuntun sepeda ke jalan.

Sadar melamun, Jihoon segera menggeleng dan berlari kecil menghampiri Hyunsuk,"Maaf ya merepotkan." Ia memegang kedua bahu Hyunsuk yang sudah duduk di sadel, menaiki pijakan lalu berdiri di atas kedua pijakan.

TREASURE [The Death Of Shiroibara] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang