KEPERGIAN FIKI.

2.1K 375 100
                                    

*Tit... Tit...

Suara patient monitor kembali berbunyi bersamaan detak jantung Fajri yang kembali normal

semua orang yang berada di ruangan Fajri mengucap syukur, termasuk dokter dan suster yang tadi membantu Fajri

Fiki langsung menghampiri Fajri, dengan tangisannya yang masih tersendu sendu

"Abaaaang, Piki takut" lirih Fiki bersamaan dengan mata Fajri yang perlahan terbuka

Fajri tersenyum menatap adiknya yang kini di hadapannya, Fajri menghapus air mata Fiki yang kini membasahi pipi Fiki, Fajri tidak suka melihat adiknya menangis

"Jangan nangis, kan ada abang" ucap Fajri yang mungkin tidak terdengar jelas karna mulutnya tertutup alat bantu pernapasan

Tangis Fiki semakin menjadi, ia memeluk erat Fajri, Fiki bahkan lupa kalau punggung belakang Fajri baru saja di jahit kemarin akibat tertembak

Fajri tersenyum dan membalas pelukan Fiki, meski punggung belakang nya terasa sakit saat Fiki memeluknya, tapi ia merasa senang melihat adiknya baik-baik saja saat ini

Bahkan dalam mimpinya pun, ia masih mengawatirkan Fiki

"Aji sayang, anak mamah, kesayangan mamah, terimakasih ya sayang kamu udah mau berjuang untuk tetap disini, terimakasih karna kamu gak ninggalin mamah, mamah gak bisa kalo gak ada Aji, aji itulah hidup mamah" ucap Fani yang merasa terharu dan memeluk Fajri

"Abang jagoannya papah, Abang anak hebat, Abang udah berjuang, terimakasih, ya, nak" ucap Vincet sambil mengacak rambut Fajri yang kini berada di pelukan Fani

"Fiki, ayo kita berangkat, sebentar lagi kita harus sudah di bandara" ucap Lia

"Mah, boleh gak kalo Piki minta waktu sebentar lagi?" Tanya Fiki ke Lia, membuat Lia menghela napas

"Kita sudah cukup buang waktu Fiki, ayo kita berangkat sekarang!"

"Tapi mah.."

"gak ada tapi-tapian Fiki, kita berangkat sekarang! Jangan buang waktu mamah!" Tegas Lia

Fiki menghela napas panjang, air matanya tidak bisa di tahan, rasanya berat sekali harus meninggalkan semua

Papah yang selalu menyayanginya,
Fajri yang selalu menjaganya, dan melindunginya dari segala hal, mamah yang meski selalu memarahi Fiki, tapi mamah selalu memberikan hak Fiki sama dengan Fajri.
Teman teman yang selalu ada untuknya selama ini, Ah, rasanya berat sekali untuk Fiki saat ini

"Abang, maafin Piki, Piki sayang sama abang, tapi Piki harus pergi sama mamah" lirih Fiki membuat Fajri kaget.

Fajri menatap Shandy yang berdiri di dekat brangkarnya

"Maafin gue, Ji" ucap Shandy dengan rasa bersalah

Fiki kemudian berpamitan dengan semua orang termasuk papah dan mamahnya Fajri.

"Mah, Piki pamit dulu ya, maaf kalo Piki selalu buat mamah marah, Piki sayaaaaaaang banget sama mamah" ucap Fiki sambil memeluk Fani, namun tidak ada balasan darinya, Fani justru memalingkan wajahnya dari Fiki, tapi terlihat jelas ada bulir air mata di sudut matanya

"Pah, Piki pamit dulu ya, makasih udah selalu sayang sama Piki selama ini, maaf, Piki sering cengeng" ucap Fiki kepada Vincent, Vincent kemudian memeluknya, dengan air mata yang ikut terjatuh saat memeluk anak bungsunya.

Perasaan bersalah yang begitu besar selalu menyelimuti dirinya, terlebih dia tidak pernah bisa melakukan apapun untuk melindungi anak bungsunya itu

Fajri meraih tangan Fiki yang sedang memeluk Vincent, membuat Fiki menoleh ke arahnya

RUMAH TANPA ATAP (Completed)Where stories live. Discover now