Bab 73

1K 156 6
                                    

Happy Reading🍁🍁🍁🍁

🌸🌸🌸🌸🌸


"Jangan dengarkan dia, Yin Chen!" teriak Haikuan. "Dia ingin mengacaukan pikiran kita, aku tahu otak pria itu. Bagaimanapun, kami adalah saudara. Satu darah dan satu watak dengan Ayahanda."

"Oh? Sekarang kau baru mau mengakuiku sebagai saudaramu?" Lagi-lagi Zhong Yu menertawakan Haikuan.

"Tentu," sahut Haikuan serius. "Karena ini akan menjadi hari terakhir kita bertemu!" ucapnya lantang lalu menusukkan ujung pedangnya di dada saudaranya sendiri.

Kebencian menyala-nyala di mata Haikuan, dia menggeram bengis. Tak lama darah mengalir dari sudut mulutnya. Orang yang dia tusuk tak lain dan tak bukan adalah panglima Rong. Sialnya, Rong juga melakukan serangan yang sama padanya.

Haikuan langsung terhuyung dan jatuh ke tanah sementara Zhong Yu segera menangkap tubuh Rong dan membawa pria itu ke pangkuannya. "Rong, bertahanlah!"

Melihat keadaan yang tidak sesuai dengan harapan, Yin Chen memilih mengabaikan mereka. Dia melangkah pergi menuju istana untuk mencari Yin Xing dan keluarganya yang lain.

"Pangeran Yang Zheng." Rong memanggil dengan suara tercekat. Tangannya menggenggam erat kerah hanfu milik tuannya itu. "Kehidupan ini tidak pantas untuk orang pendendam sepertiku. Dunia akan baik-baik saja jika orang seperti aku dan raja Yang Guang tiada. Dan anda adalah orang yang sangat diperlukan dunia."

Zhong Yu mengerutkan dahi, tidak mengerti maksud ucapan panglima Rong. Namun satu hal yang harus dia sampaikan pada pria itu. "Tapi aku juga sangat memerlukanmu, Rong. Kau adalah saudaraku," lirih Zhong Yu. "Kau satu-satunya keluargaku."

"Rong!!" Zhong Yu menjerit sebab pria dalam pangkuannya tidak lagi menjawab.

Wajah Rong membeku, tidak ada detak kehidupan di dadanya, sementara matanya setengah terbuka.

"Kau saudaraku. Saudaraku satu-satunya," bisik Zhong Yu. Air matanya mengalir. Sangat deras. Dalam kesunyian dan angin dingin yang membekukan, Zhong Yu merasa telah kehilangan harapan, gelap dan kehampaan yang begitu menyiksa.

Tiba-tiba saja sebuah pergerakan terdengar di telinga pria itu. Zhong Yu langsung terlempar ke sungai ketika sebuah anak panah melesat dan mengenai dadanya.

Es di permukaan sungai tidak dapat menahan beban tubuh Zhong Yu, seketika dia tenggelam dan tidak lagi muncul ke permukaan.

***

"Lapor, Yang Mulia Putra Mahkota, Jenderal Han dan Jenderal Besar Xie Qian serta pasukan Kerajaan Tao sudah kembali dari perang. Mereka akan singgah kemari." Seorang Prajurit berlutut dengan satu kaki menghadap Feng Lian di ruangan kamar Ling Yi.

Bukannya mengangguk paham, Feng Lian malah memarahi prajurit itu. Dia menaruh jari di tengah-tengah bibirnya. "Shtt! Pelankan suaramu, Putri Lifei sedang beristirahat."

Sayangnya Ling Yi terlanjur mendengar laporan itu. Dia mencoba bangkit dan berniat menerobos pintu kamar. Dengan cepat Feng Lian mencekal pergelangan tangan gadis itu. "Jangan terburu-buru. Kau masih harus beristirahat."

"Biarkan aku keluar dan melihat mereka," pinta Ling Yi.

"Kau perlu beristirahat, Lifei." Feng Lian berusaha membuat gadis itu mengerti.

Mendengar kekukuhan dalam ucapan Feng Lian, Ling Yi tahu dia tidak akan dibiarkan keluar kamar. Kalau begitu dirinya harus mencari cara lain. Kebetulan Putra Mahkota Kerajaan Tao, Li Yuan sedang menatapnya.

Tanpa mengucapkan kata apa pun, Ling Yi memasang wajah memelas. Tidak tahu harus berkata apa lagi, Li Yuan berusaha menahan tawanya. Begitulah sikap adik kesayangannya. Sekarang dia tidak perlu merasa takut kehilangan Lifei untuk ketiga kalinya.

"Feng Lian, kenapa tidak mengajaknya menyambut kedatangan tamu besar itu? Bagaimanapun, ayahanda kami akan mampir ke kerajaan Feng juga," kata Li Yuan mengusulkan.

Feng Lian mengangguk paham. "Baiklah. Sebaiknya kita pergi bersama-sama untuk menyambut kedatangan mereka."

"Baiklah, ayo," sahut Ling Yi bersemangat.

Ratusan pasukan berkuda dan beberapa ratus prajurit yang berjalan kaki baru saja tiba bersama pimpinan mereka.

Jenderal Han, memberi hormat dengan satu kaki ditekuk hingga menyentuh tanah. Kepalanya ditundukkan dalam-dalam. "Maafkan hamba yang tidak bisa menjaga Anda, Putra Mahkota."

Putra mahkota yang dimaksud itu adalah Feng Lian. Dengan santai pria itu menjawab, "Tidak masalah. Lagi pula aku selamat, kan? Apa perlu dikhawatirkan? Lihat dirimu, penuh darah dan luka seperti itu." Feng Lian memperhatikan tubuh jenderalnya dengan teliti, tidak ada perang yang tidak menyisakan kenangan. Bekas luka adalah salah satunya. "Pelayan, segera bawa mereka yang terluka untuk diobati," perintah Feng Lian tegas.

"Akan hamba laksanakan, Putra Mahkota," jawab para pelayan laki-laki dan dayang-dayang perempuan. Mereka segera memapah para prajurit yang terluka.

Sementara Jenderal besar Xie Qian turun dari kuda dan berjalan beriringan dengan Raja Tao Heng. Raja Tao tampak terengah setelah menempuh hari paling melelahkan.

Melihat itu, Li Yuan langsung memapah ayahandanya dengan hati-hati. Tersisa Xie Qian sendiri. Tatapannya bertemu dengan keponakannya, Feng Lian. Mendadak keduanya menjadi canggung. Tidak tahu topik apa yang harus dibicarakan.

"Feng Lian."

"Paman."

Keduanya serempak memanggil. Suasana canggung itu tetap tidak pergi.

"Terima kasih," sambung Feng Lian dengan senyum.

Xie Qian menganggukkan kepala. "Ini adalah kewajibanku. Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja. Luka paman terlihat cukup parah, sebaiknya paman segera beristirahat dan mendapat pengobatan. Mari, aku bantu memapahmu," kata Feng Lian menawarkan diri.

Dengan langkah pincang Feng Lian mendekati pamannya dan berniat membantu pria itu berjalan. Namun sang paman lah yang malah membantunya berjalan. "Yang lebih memerlukannya adalah kau, bukan aku," ucap Xie Qian sembari terkekeh pelan. "Ah, melihat sikapmu, aku jadi teringat pada ibundamu. Dia memiliki hati yang baik dan setulus embun di pagi hari. Dulu, dia sering menjahiliku dan selalu mengatakan akan mencarikanku istri yang baik dan perhatian." Jenderal besar itu terus bicara, menceritakan kenangannya bersama saudari-saudarinya sambil terus memapah Feng Lian menuju tempat istirahat.

***

"Lifei?" Raja Tao Heng begitu terkejut. Putri tersayangnya juga ada di sini. "Nak, kau ... ayahanda ... " Raja itu tidak tahu harus mengatakan apa. Alangkah senang hatinya melihat Lifei baik-baik saja. Segera Lifei menghambur dalam pelukan raja.

"Yang Mulia," ucap Ling Yi.

Kalimat itu terasa janggal di telinga Li Yuan. Kenapa mendadak Lifei memanggil ayahandanya dengan sebutan Yang Mulia?

"Lifei? Kenapa kau memanggil ayahanda dengan sebutan seperti itu?" tanya Li Yuan heran.

Lifei menghembus napas panjang. Mungkin sekarang saatnya berkata jujur pada kakak, pikirnya.

Namun, sebelum Lifei mengucapkan sepatah kata, Raja Tao Heng menyela. "Ahh, sudah lupakan saja. Lifei sangat suka bercanda seperti ini padaku. Tidak masalah," ucapnya memberi penjelasan pada putranya yang masih menatap Lifei dengan kepala di miringkan ke satu sisi.

Setelah mendengar penjelasan raja. Li Yuan merasa itu masuk akal dan mengabaikan keheranannya. Dia kembali memapah raja berjalan untuk beristirahat. Sementara Lifei tetap diam di tempat. Memandang gerbang istana yang semakin lama semakin sepi.

Matanya terus mencari dan mencari. Hatinya tidak bisa tenang. Di mana orang yang dia tunggu itu? Semakin lama Ling Yi menunggu, semakin hatinya bertambah gelisah dan tak karuan. Pikiran buruk melintas dan itu membuatnya semakin takut.

Zhong Yu, sebenarnya kau di mana? Apa kau baik-baik saja? Kumohon cepatlah kembali.




Tunggu update selanjutnya❤️❤️

Salam manis dari Ling Yi dan Zhong Yu.

The Transmigration of Zhou Ling Yi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang