Bab 74

1K 143 4
                                    

Happy Reading 🍁🍁🍁🍁🍁

🍎🍎🍎🍎🍎

Langit gelap tanpa cahaya rembulan. Dan salju tetap turun selama musimnya. Di kamar  Jenderal Besar Xie Qian, seseorang mengetuk pintu ganda itu pelan-pelan.

"Anda ... Putri Lifei?" Jenderal Xie Qian sedikit terkejut ketika membuka pintu. Ini adalah pertemuan keduanya dengan gadis itu setelah pertemuan pertama saat di halaman kerajaan Feng tadi siang. Nama Lifei cukup mudah diingat karena Feng Lian sering menyebut nama gadis itu dalam perbincangan mereka. "Silakan masuk," katanya lagi lalu menutup pintu setelah tamunya melangkah memasuki ruangannya.

"Maaf mengganggumu malam-malam, Jenderal Xie Qian." Ling Yi menundukkan kepala. Sedikit ragu untuk memulai pembicaraan.

"Tidak masalah. Ada perlu apa Putri mencariku?"

Ling Yi tidak langsung menjawab. Dia menghela napas panjang. Pikirnya hanya Jenderal Xie Qian yang dapat memberi jawaban atas semua pertanyaan di kepalanya. "Kenapa Zhong Yu ... maksudku Pangeran Yang Zheng tidak kembali bersama kalian? Feng Lian bilang kau adalah pamannya. Kau ... tidak mungkin akan membunuhnya karena dia pangeran Kerajaan Yang, 'kan?"

Mendengar itu sang jenderal besar terkekeh pelan. Wajah Ling Yi terlihat sangat menggemaskan ketika sedang khawatir. "Aku memang pamannya. Dan seorang paman tentu tidak akan menyakiti keponakan sendiri."

Penuturan Jenderal Xie Qian tidak membuat Ling Yi lega. Hatinya semakin takut untuk bertanya lebih jauh, juga takut sebab pikirannya terus saja berkata yang tidak-tidak tentang Zhong Yu.

"Jadi, di mana Pangeran Yang Zheng sekarang? Kenapa dia tidak kembali bersama kalian?"

Ling Yi berekspresi tegang ketika sang jenderal menghembuskan napas berat. "Dia ... baik-baik saja, 'kan?" tanya gadis itu lagi.

"Aku tidak tahu," kata Jenderal Xie Qian. Tatapannya meredup penuh rasa bersalah. "Kami terpisah. Yang Zheng mengejar seorang pemuda dari kerajaan Yang. Pria itu menyerang keponakanku." Nada suara sang jenderal berubah geram hingga jari tangannya terkepal erat.

"Dia pasti panglima Rong," kata Ling Yi. "Aku tidak tahu apa yang dilakukan Rong pada Pangeran Yang Zheng di sana. Pria itu pengkhianat!"

"Kenapa kau begitu peduli tentangnya?" tanya Jenderal Xie Qian.

Ling Yi tidak mengatakan apa pun. Apa yang harus dikatakan, dirinya dan Zhong Yu tidak memiliki ikatan sama sekali. Tapi soal perasaan, mereka terhubung satu sama lain.

Tadinya Ling Yi ingin menghambur di pelukan pria yang di tunggunya itu, sekaligus menyampaikan kabar bahagia kalau dia akan menetap selamanya di dunia barunya.

"Kudengar kau tinggal lama di kerajaan Yang dan menyamar sebagai pelayan. Kau juga membunuh putra mahkota Yang An. Benar begitu?" Jenderal besar itu melanjutkan ucapannya.

"Benar dan tidak," jawab Ling Yi. "Aku memang menyamar sebagai pelayan di kerajaan Yang, tapi aku tidak membunuh putra mahkota," terangnya dingin.

"Baiklah, aku mengerti. Kehidupanmu di tempat itu pasti memiliki kenangan tersendiri. Besok aku akan mengerahkan pasukan untuk mencari Yang Zheng. Kau bisa tenang sekarang," ucap sang jenderal penuh wibawa.

Sebagai orang yang sudah lama menjalani kehidupan, Xie Qian tahu arti masa muda dan sikap khawatir yang ditunjukkan gadis di depannya itu. Jika tebakannya benar, maka Yang Zheng beruntung karena mempunyai gadis seperti Lifei, pikirnya.

****

"Terus cari! Di sana! Cari juga di sekitar bibir sungai beku!" teriak seorang kepala prajurit yang diperintahkan oleh Jenderal Xie Qian untuk mencari Zhong Yu.

Setelah seharian melakukan pencarian di wilayah kerajaan Yang, pasukan itu kembali dengan membawa tiga mayat laki-laki.

Ling Yi, Feng Lian, Li Yuan dan Jenderal Xie Qian sudah berdiri di halaman depan istana kerajaan Feng saat pasukan suruhan Xie Qian datang dan melapor.

"Lapor, Jenderal. Kami menemukan tiga mayat di sekitar sungai beku. Dua mayat berada di bibir sungai dan yang satunya lagi beku di dalam sungai," ucap seorang prajurit sembari memberi hormat dengan satu kaki di tekuk.

Hati Ling Yi sudah berdebar-debar. Kedua tangannya terkepal erat. Semoga bukan dia, semoga bukan dia, batinnya gelisah.

Li Yuan mendekat dan membuka penutup wajah kedua mayat itu. Merasa tidak siap, Ling Yi memalingkan wajah dengan mata tertutup. Napasnya tidak teratur, dahinya pun berkedut penuh rasa takut.

Gadis itu tersentak kaget ketika bahunya di tepuk. Li Yuan memberinya senyum penuh arti lalu berkata, "Tidak ada yang perlu ditakutkan."

"Masih ada harapan," sambung Xie Qian setengah berbisik pada Ling Yi di sebelahnya.

Melihat reaksi kedua orang itu, Ling Yi penasaran mayat siapa yang prajurit jenderal Xie Qian itu bawa pulang.

Dengan gerakan pelan Ling Yi memutar leher dan membuka bola matanya. Dada gadis itu terasa lapang. Perlahan rasa sesaknya berkurang setelah tahu siapa ketiga mayat di hadapannya.

"Panglima Rong, Yang Haikuan dan Raja Yang Guang," ucap Li Yuan.

Panglima Rong tewas di bibir sungai oleh tikaman Haikuan yang berniat membunuh Zhong Yu. Keduanya tewas karena serangan masing-masing. Sementara Raja Yang Guang adalah orang yang diam-diam di seret oleh Yin Chen dan Haikuan yang kemudian diceburkan ke dalam sungai.

***

Lilin-lilin dipasang mengelilingi seorang pria yang tengah berbaring tak sadarkan diri. Begitu banyak orang berdesak-desakkan hanya untuk melihat sesuatu yang mengherankan di wilayah mereka.

Desa Duyin terletak di wilayah utara kerajaan Yang. Mereka adalah rakyat-rakyat yang melarikan diri dari kerajaan dan membangun perkampungan kecil di perbatasan. Desa itu terdiri dari klan Mei, Klan Liu dan Klan Ru.

"Aku tidak tahu akan jadi seperti ini. Maaf, aku tidak sengaja. Aku tidak sengaja." Gadis berjubah bulu serigala itu bergerak gelisah dalam ruangan. Sesekali matanya mengarah pada sosok laki-laki yang sekarat karena ulahnya. "Aku membunuh orang. Aku memang bodoh! Aku tidak pantas hidup!" Mei Qing memaki diri sendiri tanpa henti.

"Dia belum mati!" tukas seorang laki-laki yang duduk di sudut ruangan. Jarinya memijit pelipisnya yang berdenyut karena sepanjang hari mendengar rutukan dan makian dari sahabatnya. "Itu berarti kau tidak membunuhnya. Tabib Ru pasti bisa menyelamatkannya." Ucapannya terdengar sebal, berusaha keras menahan emosinya yang sering tidak stabil.

Tak lama Tabib Ru selesai mengobati dan melapor pada kepala desa, Mei Hongran.

"Denyut nadinya masih tidak stabil. Suhu tubuhnya perlu waktu untuk kembali normal. Beberapa fungsi tubuh akan terganggu karena terlalu lama di dalam air dingin. Tapi, tidak perlu khawatir. Tidak lama lagi dia bisa sadarkan diri." Penjelasan sang tabib ditanggapi dengan anggukan singkat Kepala Desa.

Mei Hongran beralih menatap putri semata wayangnya yang terus saja bersikap seperti makhluk paling berdosa. "Mei Qing, dengar itu! Berhentilah merutuki diri sendiri!" tegasnya. "Dan kau, Liu Ze ... " Pria yang duduk di sudut ruangan menoleh setelah namanya disebut. "Jangan ajak Mei Qing pergi berburu lagi. Kemampuan memanahnya sangat buruk! Kalian bahkan berani membawa orang asing ke wilayah kita. Lihat baju yang dia kenakan!" Mei Hongran menunjuk ke arah ranjang di mana pria asing itu terbaring. "Dia pasti bukan orang sembarangan. Jika sesuatu terjadi, maka aku akan menuntut kalian berdua!" tegasnya kesal.

"Kalau begitu pulangkan saja dia," usul Liu Ze, asal bicara.

"Jangan! Aku merasa tidak enak. Tunggu sampai dia sembuh, aku akan meminta maaf padanya," lirih Mei Qing memohon.

Ayahnya, Mei Hongran tidak menanggapi. Dia lalu membubarkan semua orang, termasuk Mei Qing, putrinya.

Mei Qing merasa serba salah meninggalkan pria asing yang tak lain adalah Zhong Yu itu. Walau pada akhirnya dia tetap keluar dari ruangan. Satu harapannya, semoga orang itu baik-baik saja. Dengan begitu Mei Qing tidak akan merasa bersalah lagi.


Tunggu update selanjutnya💙💙💙

The Transmigration of Zhou Ling Yi [END]Where stories live. Discover now