2. A Call and Confusion

39K 2.1K 26
                                    

Ravika mematut wajahnya di depan cermin, tersenyum kecut setelah membaca pesan masuk di ponselnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ravika mematut wajahnya di depan cermin, tersenyum kecut setelah membaca pesan masuk di ponselnya.

Ibu:
Kirimkan ibu uang. 10 juta saja. Malam ini harus sudah ada, Ravika!

Selalu saja seperti ini. Dan yang Ravika bisa lakukan hanyalah menuruti setiap perkataan ibunya, satu-satunya keluarga yang masih ia miliki di dunia ini.

Ravika menghembuskan nafas lelah, matanya terpejam untuk mengembalikan energinya yang sempat hilang setelah membaca pesan tersebut.

Jam baru saja menunjukkan pukul 7 pagi. Hari baru di mulai dan Ravika harus bisa mensyukuri apa yang ada padanya hingga saat ini.

Dengan senyuman yang terukir di bibir pink nya, Ravika memasukan ponsel ke dalam tas dan membenarkan tatanan rambutnya.

Ia menatap pantulan wajahnya di cermin masih dengan senyuman lembut.

Matanya memancar sejuta tekad yang begitu kuat.

Inilah dia, Ravika Estelle, wanita tangguh dan pantang menyerah.

Ravika melangkah keluar dari kamarnya, berjalan menuju dapur dan tersenyum begitu makanan di atas meja sudah habis.

Ravika bersyukur wanita yang begitu ia sayangi mau memakan makanan buatan tangannya, walaupun bisa di hitung jari dalam satu minggu.

Kebiasaan ibunya, Alysse Estelle, selalu pergi pagi saat Ravika bersiap-siap dan akan pulang larut malam dalam keadaan mabuk.

Entah pekerjaan seperti apa yang wanita itu lakukan.

Sudah berkali-kali Ravika bertanya, namun hanya akan berakhir dengan kemarahan ibunya yang menggebu-gebu.

Wanita itu mengatakan bahwa Ravika tidak perlu mengurusi kehidupannya.

Bagaimana bisa Ravika seperti itu?

Alysse adalah ibunya. Dan Ravika rasa ia pantas mengetahui apa yang ibunya lakukan, sama seperti Alysse mengetahui pekerjaan Ravika sebagai penari polo di salah satu club ternama kota Manhattan.

Ravika mencuci semua piring kotor itu dengan pikiran yang terus berkelana, menerka-nerka.

Entah sampai kapan ibunya membentangkan jarak di antara keduanya.

Suara ponsel yang berdering membuat aktivitas Ravika terhenti, wanita 25 tahun itu mematikan kran air dan mengelap tangannya yang basah sebelum mengambil ponsel di dalam tasnya.

"Ravika," Sapa suara di seberang sana.

"Madam," Balas Ravika dengan pelan.

"Pukul berapa kau mulai bekerja hari ini?"

Ravika melirik jam yang menempel di dinding kemudian menjawab, "Pukul 8, Madam."

"Ada yang ingin aku bicarakan. Kemari lah sebentar,"

Wild Butterfly [End]Where stories live. Discover now