27. Rusty Snare

13.5K 644 21
                                    

Ravika menghentikan langkahnya ketika suara dering ponsel berbunyi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ravika menghentikan langkahnya ketika suara dering ponsel berbunyi. Wanita itu merogoh tas untuk mengambil ponselnya.

Nama 'Lei' tertera di layarnya.

Tanpa menunggu apapun, Ravika langsung mengangkat panggilan tersebut sambil kembali berjalan.

"Ha--,"

"Sudah dimana?" Leionelle memotong perkataan Ravika.

Wanita itu berdecak kesal. "Di jalan."

"Mantelnya sudah di pakai?" Leionelle kembali bertanya.

"Sudah, Lei. Terima kasih."

Kemarin malam ketika pria itu menjemput nya pulang bekerja, Leionelle memberikan Ravika sebuah mantel tebal yang hangat. Pria itu mengatakan bahwa mantel yang sering Ravika gunakan kurang tebal dan tentu saja Leionelle tidak ingin Ravika kedinginan.

"Jangan lupa kabari aku jika sudah sampai di rumah. Jangan membuat ku khawatir lagi, Ravika."

Ravika mengulas senyuman. Ya Tuhan, lagi-lagi Leionelle berhasil membuat hatinya menghangat karena merasakan seribu ketulusan dan kasih sayang.

"Aku akan mengabari mu, Lei."

"Maaf aku tidak bisa menjemput mu. Aku benar-benar menyesal."

"Hei, tidak apa-apa. Aku mengerti." Ravika meringis pelan. Sejujurnya, Leionelle tidak perlu merasa seperti itu. Memangnya siapa Ravika sehingga pria itu selalu ada untuk mengantar dan menjemputnya bekerja?

"Kalau begitu hati-hati. Sesampainya di rumah jangan lupa makan dan segera istirahat."

Ravika terkekeh pelan. "Baik, Tuan Archiles."

"Good night, Ravika."

"Good night, Lei. Semangat bekerja nya."

"Wa--,"

Ravika segera menutup panggilan itu ketika Leionelle berseru girang di seberang sana. Ia tertawa, merasa senang karena berhasil menggoda Leionelle.

Wanita berusia 25 tahun itu memeluk tubuhnya sendiri ketika angin malam menusuk sendi-sendi nya.

Jujur saja, Ravika merindukan berjalan di pinggiran kota Manhattan dengan suasana malam hari ini yang terlihat indah. Gedung-gedung tinggi, cafe, restoran, kendaraan dan para pejalan kaki. Semua itu menjadi pemandangan melegakan bagi Ravika setelah seharian bekerja.

Walaupun udaranya sangat terbilang dingin, tetapi hal ini mampu membuat hati Ravika sedikit tenang.

Setelah berjalan beberapa menit di pinggiran kota Manhattan yang ramai, kini Ravika mulai memasuki gang pertokoan kecil, satu-satunya jalan menuju rumahnya.

Di sepanjang perjalanannya Ravika terus bersenandung dengan indah. Sama sekali tidak terganggu dengan keadaan sekitar yang mencekam.

Langkah Ravika terhenti saat ia berdiri di pertigaan jalan, tepat di depan gang kumuh yang begitu sempit dan lembab. Wanita itu mengernyit karena di jalan tersebut tidak ada pencahayaan, hanya ada kegelapan. Sepertinya lampunya sudah tidak beroperasi dengan baik.

Wild Butterfly [End]Where stories live. Discover now