11. Fate

23.3K 1.3K 20
                                    

"Ravika,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ravika,"

Ravika menoleh begitu mendengar namanya di panggil, ia melangkah dengan senyuman lebar yang tak pernah luntur, walaupun mengalami kehidupan yang lebih berat selama 4 minggu terakhir ini.

"Tolong antar kan minuman ini, meja 342."

"Baik, Ma'am."

Wanita berusia 25 tahun itu melangkah dengan membawa nampan berisikan beberapa minuman.

"Permisi," Ravika meletakkan minuman tersebut di atas meja, "Silahkan di nikmati."

"Terima kasih,"

Setelah mengangguk, Ravika kembali berjalan menuju dapur cafe. Ia menatap jam yang menempel di dinding, sudah menunjukkan pukul 10 malam, itu artinya jam kerjanya sudah habis. Waktunya Ravika kembali ke rumah.

"Ravika,"

"Nyonya Abigail," Ravika menunduk sambil tersenyum menyapa wanita berusia 45 tahun di hadapannya.

"Sudah berulang kali aku katakan, jangan memanggilku dengan sebutan Nyonya. Kita sama-sama pelayan di tempat ini, Ravika." Jelas wanita itu.

Sayang sekali, tanggapan Ravika hanya berupa senyuman lebar dengan mata berbinar, yang berarti wanita itu tidak bisa menuruti keinginan Abigail untuk memanggilnya tanpa embel-embel 'Nyonya'.

Abigail tertawa pelan. Selama 2 minggu terakhir ini ia mengenal Ravika dengan kepribadiannya yang baik, lembut, dan juga sangat menghargai orang-orang disekitarnya.

"Sudah mau pulang?" Abigail bertanya.

Ravika mengangguk, "Jam kerjaku sudah habis, Nyonya."

Abigail mengangguk, wanita itu membuka bungkusan kecil yang berada ditangannya, "Aku membeli makanan lebih hari ini," Ia memberikannya kepada Ravika, "Ambillah. Kau terlihat begitu pucat dan lemas hari ini,"

"Nyonya, ja--,"

"Tidak, Ravika. Aku tahu bahwa kau belum memakan apapun sejak tadi pagi.."

Perkataan Abigail sangat tepat sasaran. Karena terlalu ramai pengunjung yang harus ia layani, Ravika sampai melupakan jam makannya hari ini.

"Terima kasih banyak, Nyonya." Ujar Ravika dengan tatapan tulusnya.

"Sama-sama. Berhati-hatilah,"

Ravika mengangguk dan pergi menuju ruangan para pelayan, mengambil tasnya dan keluar dari dapur cafe.

Seorang pria yang saat ini tengah melayani salah satu pengunjung tersenyum begitu berhadapan dengan Ravika, "Hei, tidak ingin aku antar kan?"

Ravika menoleh dan mendapati rekan kerjanya menatapnya dengan binar yang begitu cerah. Ravika tersenyum dan berkata, "Tidak, Jack. Terima kasih banyak. Permisi,"

Ravika tidak bodoh untuk mengetahui bahwa Jack tertarik dengannya, oleh karena itu Ravika berusaha menghindari pria itu dengan cara halus.

Ketika keluar dari cafe kecil di pinggiran kota Manhattan itu, Ravika memejamkan matanya. Lagi-lagi udara malam yang begitu dingin menusuk setiap tulangnya, hal itu semakin membuat tubuh Ravika tidak enak.

Wild Butterfly [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang