54. The Return Of Wild Butterfly

7.2K 408 17
                                    

Jam yang melekat di dinding itu berdentang, jarum pendeknya mengarah pada pukul 10 malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jam yang melekat di dinding itu berdentang, jarum pendeknya mengarah pada pukul 10 malam.

Bertepatan dengan itu, pintu rumah terbuka. Retina seorang wanita di sambut dengan kegelapan yang pekat, ia menghela nafas seraya menyalakan lampu, pencahayaan menerangi ruangan.

Ravika melangkah masuk ke dalam rumahnya, tanpa mengunci pintu.

Selalu seperti ini, sudah dua minggu ia habiskan dengan waktu penuh kesendirian. Tidak memiliki siapapun. Tidak Alysse, juga tidak Leionelle.

Wanita berusia 25 tahun itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Memijit pangkal hidungnya yang terasa sakit, sehari-hari hanya Ravika habiskan dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Tidak memberikan dirinya waktu untuk beristirahat lebih.

Ravika hanya berusaha membuang kemelut di dadanya dengan menyibukkan diri.

Tanpa sadar, bahwa dirinya pun perlu waktu untuk menerima semuanya dengan lapang dada, bukan menolak atau menghindar.

Tanpa membersihkan diri, Ravika memejamkan mata. Mengistirahatkan lelahnya sebentar saja.

Baru saja memejamkan mata selama sembilan menit, suara pintu yang di ketuk membuat Ravika membuka mata. Ia mengernyit dan berjalan untuk membuka pintu.

Saat pintu sudah terbuka, Ravika terdiam. Begitu pula dengan seorang wanita cantik yang berdiri di hadapannya.

"Sayang,"

Dengan spontan Ravika berusaha menjauh saat Abigail mencoba menyentuhnya.

Ya Tuhan, Ravika belum mempersiapkan diri untuk hal ini.

Maka dengan itu, tubuhnya membeku. Tidak berani menatap mata penuh kasih sayang itu.

"Ravika,"

Ravika mendongak, menatap mata Abigail. Ada keterkejutan di matanya saat Abigail memilih memanggilnya Ravika, bukan Ella.

"Bagaimana kabarmu, Nak?" Tanya Abigail dengan suara lirih.

Ravika menarik senyum kecil. Ia membuka lebar pintu rumahnya, "Silahkan masuk,"

Abigail melebarkan senyumannya. Ia senang Ravika masih mencoba menyambutnya dengan baik dan sopan.

Ravika berdiri di hadapan Abigail yang sudah duduk di atas sofa.

"Aku hanya memiliki air putih saja. Tidak ada minuman yang lain. Maaf." Ujar Ravika seraya menunduk.

"Tidak apa-apa, sayang. Mommy akan mengambilnya sendiri nanti. Terima kasih."

Ravika menggeleng. "Aku akan mengambil minum terlebih dahulu." Tanpa menunggu jawaban Abigail, Ravika berlalu meninggalkan Abigail.

Tanpa menghiraukan raut wajah Abigail yang berubah sendu dan penuh kesedihan.

Sama halnya dengan Abigail, Ravika pun hancur. Ia menangis dengan tangan bertumpu di wastafel, menahan segala sesak di dadanya.

Ia ingin berlari memeluk Abigail, namun seolah ada magnet yang menarik dan menahannya.

Wild Butterfly [End]Where stories live. Discover now