51. Ravika's Hidden Identity

8.2K 491 36
                                    

Ravika menghela nafas lelah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ravika menghela nafas lelah. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Ia baru saja selesai bekerja. Bukan hanya energi fisiknya saja yang terkuras namun juga pikirannya.

Kejadian tadi pagi masih belum mau meninggalkan pikiran Ravika. Berbagai pertanyaan dan asumsi bermunculan secara bertubi-tubi di kepalanya sehingga menimbulkan rasa sakit yang teramat.

Wanita berusia 25 tahun itu menghempaskan bokongnya di atas sofa. Memijat pelan pangkal hidungnya, berharap rasa sakit di kepalanya sedikit berkurang.

Mata Ravika melirik tasnya, ia membukanya dan mengambil ponsel. Ada beberapa pesan dari Leionelle yang belum ia lihat sama sekali.

Ravika memutuskan untuk membuka pesan terakhir dan mengabaikan pesan beberapa jam yang lalu.

Lei:
Aku akan ke rumahmu. Sekarang!

Hembusan nafas kembali Ravika keluarkan. Ia meremas rambutnya dan memilih menelpon Leionelle.

Panggilan pertama langsung tersambung dan suara penuh kekhawatiran bergema di ujung sana.

"Ravika, sayang. Hey, kemana saja kau? Kenapa pesan dan panggilan ku semuanya tidak di jawab?"

Ravika menunduk. Ia tahu bahwa ia telah membuat Leionelle sangat khawatir dan Ravika merasa bersalah akan hal itu.

"Maaf, Lei. Pekerjaan ku begitu banyak hari ini, jadi aku tidak sempat membuka ponsel." Jelas Ravika. Tidak sepenuhnya berbohong, pekerjaannya memang menumpuk hari ini. Tetapi alasan yang lebih tepat adalah ia memang berusaha menghindari Leionelle, lagi.

Hembusan nafas terdengar di telinga Ravika. Leionelle tengah menenangkan diri.

"Kau sudah di rumah?"

"Sudah. Aku baru saja sampai."

"Istirahatlah, sayang. Setidaknya aku sudah mendengar suaramu, aku tenang sekarang."

"Maaf, Lei."

"Tidak apa-apa. Maaf jika aku terkesan begitu posesif, aku hanya sedang berusaha untuk melindungi wanita yang begitu aku cintai."

Ravika terdiam.

"Aku bisa kembali bekerja dengan tenang. I love you, honey. Bye."

"Terima kasih, Lei. Bye."

Ravika langsung mematikan panggilan.

Ia melempar ponselnya begitu saja, menunduk dengan rasa bersalah karena memperlakukan Leionelle seperti itu.

Ravika menatap ruang tengah rumahnya sambil mengusap wajah frustasi. Malam ini ia benar-benar harus mengistirahatkan diri, baik fisik maupun batin.

Matanya berhenti pada karpet berbulu yang membalut lantai ruang tengah, bagaikan sebuah aliran air di padang gurun, Ravika teringat sesuatu.

Wild Butterfly [End]Where stories live. Discover now