SEVEN

33.1K 5K 46
                                    

Happy reading-!♡

"Lessy?"

Deg.

Aku tersentak kala mendengar namaku disebut, bagaimana bisa dia mengetahuinya.

Hm oke, sepertinya lelaki didepanku ini kakak kembar Alsyena yang bernama Ravino karena seperti deskripsi di novel, yang membedakan Ravino dan Ravano adalah, Ravino mempunyai tai lalat dibawah mata sebelah kanannya, sedangkan Ravano mempunyai tai lalat dibawah bibirnya.

Itu artinya, yang memelukku di jalan sebelum aku menuju ke taman adalah Ravano, dan sekarang, yang ada dihadapanku ini adalah Ravino.

"Anjir? L-lo beneran Lessy?" Ravino kembali berucap.

Aku melotot terkejut, bagaimana bisa Ravino mengetahui bahasa gaul seperti itu?

Kan ini jaman kerajaan ala Eropa. Kecuali, seseorang didepanku ini juga berasal dari dunia yang sama denganku...

Tiba-tiba saja aku teringat Axel, kalau aku saja bisa berpindah kesini, bagaimana kalau Axel juga mengalami hal yang sama denganku? Tak ada hal yang mustahil di dunia ini!

Baru saja aku ingin membuka mulut, Ravino sudah memelukku erat. "Ini gue Axel! Gue udah denger semuanya tadi, Lessy gue nggak nyangka kita bisa ketemu lagi," kurasakan air mata yang tadi sudah kering, kembali muncul. Aku balas memeluk erat anak laki-laki didepanku.

"Hiks ... Axel maafin gue, maafin gue. Gara-gara gue kita jadi begini." Isakan sarat kesedihan terdengar pilu.

Kurasakan Axel mengelus rambutku lembut, "Nggak, bukan salah lo, mungkin emang udah takdirnya." ucapnya lirih.

Aku melepas pelukan Axel, kemudian menatap Axel yang saat ini berada di tubuh Ravino. "Kok bisa kita berdua terdampar di dunia novel ya?" tanyaku bingung bercampur penasaran.

Kita berdua mengambil duduk dipinggir danau tempatku merenung tadi. Axel pun memulai pembicaraan, "Gue juga nggak tau Less. Setelah gue ngelindungin lo dari hantaman beton, mungkin gue udah mati. Tapi, anehnya gue tiba-tiba aja bangun ditubuh anak ini," jelas Axel sembari menunjuk dirinya sendiri.

Kulihat mata Axel memerah, dia pasti merindukan orangtuanya. Tak hanya aku saja disini yang menderita, Axel pasti merasakan hal yang sama. Aku menundukkan kepalaku, aku tak sanggup menatap wajahnya, sangking besarnya rasa bersalahku.

Aku merasakan tangan hangat mengangkat wajahku, "Hei, tatap gue. Gue nggak nyesel lindungin lo, dan ini semua bukan salah lo. Udah takdir Lessy."

Aku mengangguk lemas, "Gue juga kayak gitu Xel. Gue liat dengan mata kepala gue sendiri, tubuh lo penuh darah. Setelah gue nutup mata, gue tiba-tiba bangun di tubuh Alsyena. Tokoh antagonis di cerita novel lo."

Axel tersenyum padaku, "Syukurlah, gue nggak sendirian disini. Ada lo disamping gue."

Aku ikut tersenyum, "Gue juga ngerasa seneng ada orang yang gue kenal disini. Tapi, yang bikin gue bingung, kok bisa jiwa kita berdua bertransmigrasi? atau kita bereinkarnasi ya?" Tanyaku bingung.

"Nah itu juga gue nggak ngerti. Mungkin kita di kasih bareng lagi karena janji kita sebelum kecelakaan itu. Gue udah janji buat bareng lo terus." Axel memegang tanganku dan mengelusnya pelan.

Reflek aku menarik tanganku dan memukul bahunya, "Geli anjir, nggak usah elus-elus!"

Axel berdecak, "Ck, padahal tadi kita udah romantis banget."

Aku merinding mendengar ucapan Axel, jarang sekali dia bersikap manis seperti ini padaku, rasanya aneh saat melihatnya seperti ini. Agak menjijikan. Apa ini yang dirasakan Axel saat melihat aku bersikap manis padanya ya? Pantas saja dia selalu menghinaku.

Aku memukul mulutnya, "Ini congor lo perlu di geplak!"

Kudengar dia meringis kesakitan, "Sakit goblok! Inget, sekarang gue kakak lo, lo harus nurut sama gue!" Ucapnya diakhiri dengan kekehan meremehkan.

Ugh, Axel benar-benar menyebalkan!

.
.
.
Bersambung...

Another DimensionWhere stories live. Discover now