THIRTEEN

26.3K 4.2K 30
                                    

Happy reading-!♡


Aku berjalan mundur, menjauh dari anak laki-laki didepanku, mataku menatap nyalang padanya, "Siapa kau? Dan apa maumu?!"

Saat ini aku dibawa oleh anak laki-laki bermata merah itu ke sebuah ruang bawah tanah tersembunyi.

Eh sebentar, ada yang aneh?

Aku baru menyadarinya sekarang, kenapa tubuhku tak gemetar saat digendong olehnya tadi? Padahal traumaku akan muncul saat aku melakukan kontak fisik dengan laki-laki.

Ada apa ini? Apa traumaku sudah hilang? Tapi bagaimana bisa secepat itu? Sedangkan saat di duniaku yang dulu, aku sudah berkonsultasi ke banyak psikolog terbaik, tapi tak juga menghilangkan rasa traumaku.

'Apa sistem bisa menghilangkan penyakit?'

Ya, bisa tuan. Trauma anda sudah dihapuskan.” Jawab sistem yang hanya bisa didengar olehku.

Aku terkejut, semudah itu?

Traumaku, hal paling menyakitkan itu hilang tanpa rasa.

Biar ku ceritakan tentang traumaku, dulu sekali saat aku menginjak kelas tiga SMA, aku berpacaran dengan seorang laki-laki yang merupakan anak kuliahan.

Saat itu aku terlalu bodoh dan naif, aku jatuh cinta terlalu dalam padanya, Kupikir dia juga benar-benar mencintaiku seperti aku begitu mencintainya.

Ternyata itu semua hanya ilusi yang dibuat olehnya, seolah-olah dia mencintaiku.

Aku diperdaya oleh kata-kata manisnya yang mematikan itu, dia orang yang manipulatif.

Hingga hubungan kita berubah menjadi hubungan yang toxic. Tapi, bodohnya aku tetap mempertahankan hubungan itu dan berharap dia akan cinta padaku seiring berjalannya waktu.

Tidak, dia malah semakin memanfaatkan kebodohanku. Suatu malam saat aku sedang berkunjung kerumahnya, kebetulan saat itu orangtuanya sedang bekerja dan hanya ada kita berdua disana.

Ya, seperti yang kalian tebak. Aku diperkosa, tidak, lebih tepatnya hampir diperkosa, karena Axel berhasil mendobrak paksa rumah pacarku yang ternyata dikunci, dan dia kemudian menghajar pacarku membabi buta saat melihat keadaanku yang terlihat berantakan.

Sejak saat itu, aku selalu takut berdekatan dengan laki-laki lain. Aku takut mereka sama seperti mantan pacarku.

Sejak saat itu juga aku mati rasa akan yang namanya cinta. Aku tidak bisa merasakan perasaan berdebar saat berdekatan dengan laki-laki, benar-benar sudah mati.

"Kau ... Bagaimana bisa anak sekecil dirimu mengeluarkan aura yang begitu kuat?"

Suara itu membuyarkan lamunanku, apa katanya? Auraku?

Aku menatapnya bingung, "Aura? Apa maksudmu?" Tanyaku memastikan.

"Siapa namamu?" Ucapnya yang sama sekali tak nyambung dengan pertanyaanku.

"Kau tak perlu tau, justru seharusnya aku yang bertanya siapa dirimu, kenapa kau membawaku jika tak mengenal diriku!" jawabku dengan nada tajam.

Aku tak bisa memberi tau namaku pada sembarang orang, karena itu bisa membahayakan diriku.

Anak laki-laki itu mengernyit, mungkin dia bingung, kenapa anak berumur 10 tahun bisa berbicara seperti orang dewasa.

"Aku ingin kau bergabung dengan kelompokku." Jawabnya datar.

Aku tersentak, apa katanya tadi? Bergabung dengan kelompoknya? Kenal dengannya saja tidak! Bagaimana kalau misalnya kelompok yang dia maksud adalah kumpulan para penjahat? Aku tidak mau!

Another DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang