FOURTY-TWO

12.1K 2.1K 45
                                    

Happy reading-!♡

Ditengah malam Alsyena memutuskan meninggalkan mansion tanpa sepengetahuan siapapun.

Dia pergi dengan berjalan kaki. Kenapa tidak memakai sihir teleportasi? Karena ia belum pernah mendatangi menara sihir sebelumnya, itu sebabnya ia tak bisa menggunakan sihir teleportasinya.

Sihir teleportasi hanya bisa digunakan berpindah tempat pada tempat yang sudah pernah Alsyena datangi atau kunjungi sebelumnya.

Setelah berjalan kaki beberapa lama, dibantu dengan sihir elemen angin yang membuat langkahnya cepat dan seringan kapas, tak perlu waktu lama Alsyena sampai di depan menara sihir.

Ia berhenti sejenak dan menatap kearah menara sihir, ia menghela napas panjang, setelah memantapkan hatinya, dengan berani ia berjalan memasuki menara sihir, tempat pertemuan yang Azlan pinta.

Alsyena menapaki tangga demi tangga dalam keheningan, hingga tanpa sadar ia sudah sampai dipuncak menara sihir.

Disana, ia melihat Azlan berdiri membelakanginya, Azlan terdiam didepan jendela sedang memperhatikan pemandangan diluar sana.

Seperti menyadari adanya kehadiran orang lain, Azlan menoleh pada Alsyena dan tersenyum penuh kemenangan.

"Yeah, apa yang harus kita lakukan disini? Sepertinya ada seseorang yang berubah pikiran dan memutuskan bekerja sama dengan seseorang tanpa rasa kemanusiaan sepertiku?" ucapnya.

Alsyena hanya diam tak menanggapi, tatapan matanya datar dan tak peduli.

Azlan kembali berbicara, "Seorang Putri yang menjunjung tinggi kebaikan dan keadilan yang bertindak selayaknya seorang pahlawan, mau bekerja sama dengan monster sepertiku?" ucapnya diakhiri dengan kekehan.

"Apa yang membuatmu berubah pikiran, sayang?" tanyanya mengejek.

Rahang Alsyena mengeras, "Bukan inginku bertindak seperti pahlawan. Tapi aku harus!" balas Alsyena penuh penekanan, matanya memerah memendam amarah.

"Oh, benarkah?" ucap Azlan mengerlingkan matanya.

"Berhenti mengejekku! Kau tidak tau apa-apa!" marah Alsyena, sebenarnya ia bukanlah orang yang mudah terpancing pada provokasi orang lain, tapi entah kenapa saat berbicara dengan Azlan emosinya selalu berhasil menguasainya, Azlan benar-benar menjengkelkan.

Kejadian yang lalu kini terulang kembali, ujung pedang Alsyena mengarah pada leher Azlan.

Dan Azlan masih tetap terlihat tenang, "Astaga kau melakukannya lagi padaku, tidakkah kau lihat perban dilehermu?" ejek Azlan.

Alsyena terlihat tidak peduli dan tetap membiarkan pedangnya di leher Azlan. "Aku tidak tau kenapa kau ingin membuat kesepakatan denganku, tapi sepertinya baik aku maupun kau punya tujuan yang sama." ucap Alsyena.

"Dan aku penasaran akan hal itu, kenapa harus aku? kenapa kau memberikan penawaran itu padaku?"

Azlan terkekeh, "Benar. Meskipun aku sudah menyelidiki mu sebelumnya, tapi tetap tak banyak yang kutahu tentangmu. Aku juga bertanya-tanya, kenapa aku bisa semudah itu memberikan penawaran kerja sama padamu? Padahal jika dipikir-pikir, itu baru kedua kalinya kita saling bertemu." ucapnya ambigu.

Azlan menaruh jari di dagunya, bertingkah seolah sedang berpikir, "Apa karena kamu terlihat berguna?"

Alsyena memutar matanya malas, berbicara terlalu lama dengan laki-laki itu membuat energinya terkuras.

"Oh, ayolah! Berhenti bermain-main dan jawab aku dengan serius!" bentak Alsyena.

Azlan langsung merubah raut wajahnya menjadi serius.

Perubahan ekspresi Azlan yang tiba-tiba membuat Alsyena tersentak, penampilan Azlan yang serius ini cukup membuatnya terkejut karena terlihat sedikit menakutkan.

Azlan membuka mulutnya, "Kau tahu, aku adalah manusia setengah naga. Aku sudah hidup ratusan tahun di dunia ini sambil menjaganya agar kedamaian tetap terjaga. Namun, beberapa waktu belakangan sering terjadi kekacauan-kekacauan yang disebabkan oleh makhluk yang bukan berasal dari dunia ini. Dan secara kebetulan juga, aku menemukan kau sedang mencari-cari informasi tentang demon saat aku sedang menyelidikimu. Jadi, mari bekerja sama. Bantu aku, dan kita berdua akan mendapatkan apa yang kita inginkan." jelas Azlan panjang lebar.

Azlan menatap mata Alsyena dalam, "Jadi, apakah kau menyetujui penawaranku atau tidak?" tanyanya.

Alsyena perlahan-lahan menurunkan pedangnya dan membalas tatapan Azlan tepat dimatanya.

"Ya." balas Alsyena mantap.

Azlan tersenyum lebar, tangannya membentang ke depan hendak memeluk Alsyena, "Yeah! Selamat datang partnerku! Senang bertemu denganmu, kuharap kerja sama kita berjalan lancar kedepannya."

Segera Alsyena menyingkirkan kedua tangan Azlan dari hadapannya.

Dan sebaliknya, Alsyena justru menggores telapak tangannya menggunakan pedang miliknya, cairan berwarna merah pun langsung mengucur keluar membasahi tangan gadis itu, dan menetes-netes di atas tanah.

Azlan yang peka, langsung ikut melukai telapak tangannya juga menggunakan belati miliknya yang ia simpan didalam jubah.

Setelah selesai menggores tangannya, Azlan mengulurkan tangan pada Alsyena. Gadis itu pun membalas uluran tangan Azlan.

Kedua tangan itu bertemu dan berjabatan tangan.

Darah mereka menempel satu sama lain.

"Kita sepakat." bisik Alsyena.

Azlan menarik Alsyena mendekat padanya, dan memajukan wajahnya ke depan wajah Alsyena hingga hidung mereka berdua bersentuhan. Wajah mereka begitu dekat sehingga mereka bisa merasakan napas satu sama lain. Dengan senyum miring andalannya, Azlan menjawab,

"Ya, sayang."

.
.
.
Bersambung...

Heh gimana ceritanya ini, saya yang nulis tapi saya juga yang baperr 😭😌

Another DimensionKde žijí příběhy. Začni objevovat