TWENTY-EIGHT

19.1K 3.4K 55
                                    

Happy reading-!♡


"Apa yang ingin kau sampaikan?" tanya Ayahku, dengan raut kaku.

Sudah dua tahun berlalu sejak hubunganku dengan Ayah membaik, namun lelaki paruh baya itu tetap saja masih bersikap kaku.

Dia sungguh tidak pandai mengekspresikan diri, karenanya, aku jadi ikut sedikit tertular dengan sifat kakuknya itu.

Namun, sebisa mungkin saat didepan Ayah dan Kakak-kakakku, aku akan berubah menjadi anak kecil yang imut dan polos, karena melihat umurku yang masih dini ini, kurang pantas jika bersikap terlalu dewasa.

Aku hanya akan bersikap serius dan dewasa saat menjalankan misi dari Organisasi atau menghadapi hal yang berbahaya.

Aku tersenyum lembut. "Ayah, tahukah ayah tentang misi terbaru yang saat ini sedang diurus anggota Shadow?"

"Ya, sebelumnya Vazeon sudah memberitahu Ayah tentang misi itu, apakah sudah ada perkembangan?" tanya Ayahku, mulai serius.

Aku mengangguk. "Ya, Ayah. Dan aku membutuhkan bantuan Ayah kali ini."

"Apa itu? Katakan, Ayah akan membantu."

"Keluarga bangsawan terlibat dalam hal bejat itu, Ayah. Aku minta Ayah untuk melaporkan perihal ini pada Yang Mulia Kaisar. Keluarga Count Livocs bisa saja di eksekusi mati oleh Kekaisaran karena berani berbuat hal bejat seperti itu di tanah Kekaisaran Rhyster ini." jelasku.

Rahang Ayahku mengeras, matanya seperti dipenuhi emosi yang mendidih. "Berani-beraninya mereka!" bentaknya sambil memukul meja.

Aku diam sejenak, lalu kembali melanjutkan. "Dan ada satu perihal penting lagi yang ingin ku sampaikan." ucapku.

"Bicaralah."

"Ayah masih ingat tentang misi pertamaku yang pergi ke Hutan Terlarang saat berumur 10 tahun?"

Ayahku seperti mencoba mengingat sesuatu. "Ah! Ayah ingat itu. Ada apa dengan hal itu?"

"Sebenarnya, ada suatu hal yang belum ku jelaskan pada Ayah ... di misi itu, kami pergi ke Hutan Terlarang karena para monster yang disihir oleh bangsa demon."

"Bangsa demon?! Kenapa baru memberitahu sekarang?! Itu berbahaya Alsyena!!"

Aku menghela napas lelah, Ayahku ini kepribadiannya langsung berubah 180 derajat saat mendengar hal berbahaya yang menyangkut keselamatanku. Sifatnya yang dingin dan kaku akan berubah menjadi cerewet dan bagaikan sumbu api berukuran pendek, cepat sekali terbakar.

"Untuk saat ini, bangsa demon belum berulah lagi. Tapi aku yakin, dalam kurung waktu dua tahun ini, mereka menyiapkan sesuatu yang tidak kita ketahui. Mereka bagaikan tenang sebelum badai. Aku yakin akan datang badai kehancuran sebentar lagi, jadi kumohon pada Ayah, tolong sampaikan hal ini juga kepada Yang Mulia Kaisar, kita juga harus mempersiapkan sesuatu," jelasku.

Ayahku bersandar di kursinya sambil memijat pelipisnya, "hah ... banyak sekali masalah yang terjadi. Bahkan putriku satu-satunya bersikap begitu dewasa, aku jadi merasa bersalah karena tidak pernah menyaksikan pertumbuhannya sejak dahulu," gumamnya pelan, namun masih bisa terdengar olehku.

Sudah terlambat. Putrimu sudah tiada.

"Itu saja yang ingin aku sampaikan pada Ayah, mohon segera beritahu Yang Mulia Kaisar. Aku izin pamit," ucapku berpamitan, lalu berlalu pergi dari ruangan kerja Ayahku.

.
.
.
Bersambung...

Another DimensionWhere stories live. Discover now