TWENTY-SIX

20K 3.5K 62
                                    

Happy reading-!♡


Disinilah aku berada, di sebuah ruangan yang terkesan suram dengan banyak buku berjejer di rak-rak buku yang hampir memenuhi seluruh ruangan.

Dimana lagi kalau bukan ruangan kerja Ayahku.

Ini pertama kalinya aku memasuki ruangannya, setelah aku terbangun di dunia ini.

Aku cukup terkejut karena ruangannya sedikit mengingatkanku pada ruangan kerjaku saat di kantor dulu. Terlihat rapi dengan buku berjejer, namun juga suram di saat bersamaan.

Aku duduk sambil menyesap teh hangat yang baru saja diseduh oleh pelayan.

"Jadi, dimana ketua kelompok Shadow itu?" Ayahku duduk didepanku dengan kedua tangan terlipat didepan dada.

"Sebentar lagi datang Ayah," ucapku sambil tersenyum lebar khas anak kecil polos yang tak tahu-menahu akan kejamnya dunia.

Tentu saja itu hanyalah sebuah akting.

Setelah hening beberapa menit, perhatian kita berdua langsung tertuju pada sosok yang baru saja datang dengan sihir teleportasi.

"Salam Yang Mulia Duke Xavier, perkenalkan saya putra sulung dari keluarga Duke Zeliver sekaligus ketua organisasi Shadow, nama saya Vazeon De'Zeliver," ucap Vazeon sembari membungkuk sopan, sesuai tata krama bangsawan.

"Ya, duduklah," suruh Ayahku pada Vazeon.

Vazeon melangkah kearahku, dan hendak duduk di sampingku, namun dia segera terhenti saat mendengar Ayahku yang kembali berbicara.

"Siapa yang menyuruhmu duduk disebelah putriku?" ucapnya.

Vazeon tetap menampilkan wajah datar khas miliknya itu. "Maaf Yang Mulia, saya akan pindah."

Setelah mengatakan itu, Vazeon duduk di kursi panjang yang sama denganku, hanya saja dia menjaga jarak agak jauh dariku.

Kulihat Ayahku mengangguk puas.

"Jadi, silahkan mulai penjelasan kalian. Jelaskan apa saja yang sudah terjadi selama ini, dan jelaskan, mengapa putriku bisa berurusan dengan organisasi Shadow?"

Aku menatap Vazeon sejenak, lalu kulihat Vazeon mengangguk singkat.

Akupun mulai menjelaskan semua hal yang terjadi sebelum bergabung dengan Shadow, dan semua hal yang kulakukan setelah bergabung, dan juga tentang Napoleon yang kutemukan di Hutan Terlarang.

Tentu saja dengan sedikit bumbu kebohongan, tentang bagaimana aku bisa mempelajari ilmu bela diri, juga merahasiakan tentang elemen cahayaku yang muncul disertai sistem aneh, aku tidak ingin memberitahukan itu kepada siapapun, pada Axel, sahabat dekatku sekalipun.

Bukan karena aku tidak mempercayainya, hanya saja jika aku memberitahukannya tentang sistem itu, aku takut dia akan menganggapku gila.

"Jadi, karena aku kuat, Vaz merekrutku untuk bergabung dengan kelompoknya, saat aku sedang berjalan-jalan di pasar-" ucapanku terpotong dengan bentakan Ayahku.

"Kamu pergi ke pasar tanpa izin?!" sentaknya.

Aku menunduk, "maaf aku tidak izin, aku takut Ayah tidak mengizinkanku."

Kudengar Ayahku menghela napas, "hah ... lanjutkan."

"Setelah itu, aku mengikuti sebuah misi di Hutan Terlarang, namun aku tidak bisa memberitahukan perihal detail misi itu, karena rahasia-" lagi-lagi ucapannku kembali terpotong.

"Kamu! Kamu pergi ke Hutan Terlarang dan melakukan misi berbahaya dengan tubuh kecilmu ini?! Benar-benar tak bisa di percaya," Ayahku mendesah frustasi sambil memijat pelipisnya.

Vazeon membantuku berbicara, "dia saya ikutkan dalam misi itu karena saya yakin, dia mampu. Buktinya, tubuh putri anda masih utuh dan hadir disini."

Aku menutup rapat mulutku saat melihat Ayahku memandang sengit Vazeon, "bajingan kecil seperti dirimu, berani-beraninya melibatkan putriku dalam misi berbahaya dan rahasia itu!"

Vazeon membungkukkan tubuh 90 derajat, "maafkan saya tentang hal itu, tapi saya berjanji, akan selalu melindungi putri anda dan menjaganya tetap hidup, selama menjalankan misi yang diberikan."

"Jika, terjadi hal buruk pada putriku, aku akan menghabisi seluruh keluargamu, aku tidak peduli dengan status keluargamu yang juga bangsawan terhormat, aku bisa menghabisi mereka kapanpun aku mau."

Vazeon mengangguk. "Ya, anda bisa pegang kata-kata saya."

Aku menepuk tangan pelan, untuk mengalihkan perhatian mereka, "uhmm, bisakah aku lanjutkan penjelasanku?"

Ayahku mengangguk.

"Baiklah akan ku lanjutkan, setelah selesai melaksanakan misi tersebut, aku tersesat di Hutan Terlarang-"

"Kau tersesat?!"

Aku menghela napas lelah, "Ayah mohon tenang, dan dengarkan penjelasanku hingga selesai."

"Baiklah, lanjutkan."

"Namun saat tersesat, aku menemukan Leon, bayi singa yang kubawa pulang kemarin. Leon setuju ikut denganku karena sudah tidak memiliki keluarga lagi, ibunya meninggal karena suatu hal saat itu." jelasku.

"Hmm, sedikit aneh. Mengapa ada binatang seperti singa di Hutan Terlarang? Disana hanya ada banyak monster dan mutan yang tinggal." ucap Ayahku bingung.

Vazeon mengangguk, "pernahkah anda mendengar tentang Magical beast?"

Ayahku tersentak saat mendengar pertanyaan Vazeon.

"Hewan mistik yang bagaikan legenda itu? Aku dengar mereka memang tinggal berdampingan dengan para monster di Hutan Terlarang, tapi belum ada hal yang membuktikan kebenarannya, karena tidak ada yang melihat hewan tersebut." jelas Ayahku.

"Mereka bukan berdampingan, tapi Magical beast lah yang mendominasi monster-monster yang ada di Hutan Terlarang. Oleh karena itu keberadaan mereka sulit ditemukan karena bersembunyi dengan menggunakan para monster." ujar Vazeon.

"Oh seperti itu ternyata, lalu tujuan kalian menjelaskan itu, pasti ... "

Aku dan Vazeon mengangguk. "Ya, benar Ayah, Bayi singa bernama Leon yang datang bersamaku kemarin adalah seekor Magical beast." ucapku.

.
.
.
Bersambung...











Another DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang