THIRTY-NINE

13.3K 2.2K 49
                                    

Happy reading-!♡


- AUTHOR POV -

"Kenapa kau membunuh perempuan itu?" tanya Alsyena memulai pembicaraan, masih tetap pada posisi diatas Azlan, dan mengunci pergerakannya.

Tangan Alsyena yang lain menjangkau pedang yang tergeletak didekatnya, dan menodongkannya kearah leher Azlan.

Sedangkan Azlan masih terlihat santai, "Jangan macam-macam, aku bisa saja segera menghilang dari sini, dan memburumu di lain hari." ucapnya tersenyum miring.

"Kau bajingan pembunuh, kau pikir aku tak bisa melawanmu?" balas Alsyena datar.

"Oh, yeah? Dan apa rencanamu untuk melawan bajingan sepertiku?" tanyanya jahil.

Pedang yang awalnya hanya ditempelkan didepan leher, sekarang semakin mendekat, hingga kulit leher Azlan sedikit tergores.

"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau terus bermain-main."

"Ha! Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau sungguh-sungguh membunuhku sekarang, sayang." Azlan tersenyum lebar hingga matanya menyipit, berbentuk bulan sabit.

Alsyena mendengus sebal, "Aku tak peduli! Aku akan membunuhmu dan menghilangkan jejak mayatmu, semudah itu."

Azlan tertawa terbahak-bahak, "HAHAHA!" "Aku suka kepercayaan dirimu itu!"

Alsyena yang sudah kepalang kesal, langsung saja memukul kepala Azlan kuat, "Berhenti berbelit-belit! Jawab pertanyaan awalku!"

Azlan menunjukkan ekspresi sedih yang dibuat-buat, "Kau memukulku terlalu kencang, sayang."

Alsyena semakin muak dibuatnya, "Oh, ayolah!" ucapnya frustasi

Azlan tersenyum miring, "Oke, baiklah. Aku membunuhnya karena dia menyebalkan. Aku tak suka dia, dia selalu menempel padaku seperti lintah." ucapnya santai, seperti hal yang dilakukannya itu bukanlah apa-apa.

Tatapan mata Alsyena semakin tajam, gadis itu itu menggigit bibirnya kuat agar kata-kata kasar tak keluar dari bibir manisnya.

"Hanya karena hal seperti itu, ia berani membunuh seorang gadis?"

"Psikopat. Gila." dan kata itu yang berhasil lolos, diucapkannya dengan penuh penekanan.

Segera, pedang Alsyena menusuk lebih dalam, menimbulkan darah Azlan keluar sedikit demi sedikit, mengotori pedang Alsyena.

"Kau seharusnya tak melakukannya, sayang." ucap Azlan yang masih terlihat santai.

Alsyena mendengus, "Dan kenapa tidak?"

"Karena kita berdua akan sama saja, sama-sama penjahat. Aku bajingan psikopat dan kau yang membunuh bajingan psikopat itu." ucap Azlan, menaikkan salah satu alisnya dan tersenyum miring.

"Hentikan omong kosongmu! Kita berbeda! Aku hanya mengurangi populasi orang jahat sepertimu!" balas Alsyena tak suka.

"Baiklah, dengarkan aku." ucap Azlan.

"Jika kau melanjutkan pedang itu menebas leherku, alias membunuhku sekarang juga, kau tidak akan pernah mendapatkan informasi tentang demon yang sedang kau selidiki selama beberapa waktu ini, bagaimana?" lanjut Azlan.

Alsyena tersentak, "Bagaimana dia tahu itu?"

Azlan tersenyum nakal, "Oh jangan begitu terkejut, sayang. Aku sudah mengamatimu sejak lama."

"Kau pikir penyihir hebat sepertiku tak menyelidiki setiap anggota keluarga bangsawan? Aku punya banyak informasi yang kau inginkan, sayang." ucap Azlan, mengedipkan sebelah matanya genit.

Tentu saja Alsyena terkejut, hal itu tak pernah tertulis di dalam novelnya, jadi Alsyena baru mengetahui tentang fakta itu sekarang.

"Sial! aku lupa penyihir setengah naga ini sudah hidup ratusan tahun, dia pasti tahu semua sejarah keluarga bangsawan dan apa yang terjadi di Kekaisaran Rhyster selama ratusan tahun ini. Dia sama saja seperti perpustakaan berjalan!" batin Alsyena.

Namun rasa terkejut itu bercampur juga dengan rasa jijik, "Daritadi kau terus saja memanggilku sayang! Hentikan, itu menjijikkan!"

Azlan tertawa kecil, yang justru terdengar menyebalkan ditelinga Alsyena.

"Haha! Baiklah."

"Bagaimana? mau bekerja sama? Aku tahu kau punya ambisi yang besar Syena, jika kau mau berjanji, aku akan menjadi aset terbesarmu." lanjut Azlan memulai penawaran.

Namun, Alsyena tak mudah mempercayainya dan langsung menerima penawarannya, "Tidak ada alasan untuk bekerja sama dengan bajingan sepertimu! Bajingan psikopat yang kehilangan rasa kemanusiaannya!" bentak Alsyena.

"Kamu bukan manusia. Kamu monster."

Tatapan mata Azlan berubah datar dan sendu saat mendengar kata monster ditujukan untuk dirinya, namun dengan cepat ia menutupi itu dengan senyuman nakal.

"Aku hanya berniat menolongmu, sayang. Bodoh jika kau membunuhku. Kau perlu kekuatan dan informasi, aku bisa memberikannya untukmu." ucap Azlan.

Alsyena termenung sejenak, yang dikatakan Azlan memang ada benarnya, ia membutuhkan informasi lebih demi mengusut rencana-rencana demon yang belakangan ini membuat ulah diberbagai tempat. Belum lagi tentang masalah-masalah lain yang ternyata mengaitkan pada keluarga Liria De'Livocs, pemeran utama wanita dalam novel.

Alsyena cukup pusing dibuatnya.

Disaat Alsyena lengah seperti itu, Azlan segera mengambil kesempatan, ia membanting tubuh Alsyena yang berada diatasnya, ke tanah. Dan merebut pedang dari tangan Alsyena.

Kini pedang itu berada didepan leher Alsyena sendiri.

"Sekarang terserah padamu, kuberi kau waktu dua puluh empat jam untuk berpikir. Dan jika kau tertarik, temui aku di menara sihir, tengah malam. Jangan terlambat! Dan istirahatlah yang cukup!" sambil mengucapkan itu, Azlan bangkit berdiri dan berbalik pergi, tak lupa ia melambaikan tangannya.

Ia menoleh singkat dan tersenyum lebar pada Alsyena yang masih tercengang ditempat, "Sampai jumpa lagi, sayang."

Setelahnya, Azlan menghilang begitu saja. Tentu ia menggunakan sihir teleportasi.

.
.
.
Bersambung.

Another DimensionDonde viven las historias. Descúbrelo ahora