TWENTY TWO

19.8K 3.7K 65
                                    

Happy reading-!♡

Aku menemukan sumber suara tersebut. Ternyata, suara itu berasal dari seekor bayi singa.

Aku berjalan mundur perlahan, berusaha menjauh dari bayi singa itu, namun sang bayi singa malah datang mendekat dan menghampiri ku.

Bayi singa itu terlihat seperti menangis,

Tolong sembuhkan ibuku, manusia.

Aku mengerjap kaget kala mendengar suara yang muncul di telingaku, tidak, lebih tepatnya di pikiranku.

Aku melihat sekeliling, tapi tak ada siapapun disini selain aku dan bayi singa.

Jadi ... Apakah bayi singa itu bisa bahasa manusia? Telepati?

Manusia tolong selamatkan ibuku.

Suara itu kembali terdengar.

Aku menatap bayi singa tersebut berjalan kearah lain, setelah berdebat sebentar dengan batin, aku pun memutuskan untuk mengikuti bayi singa itu untuk mengetahui apa yang dia mau.

Setelah berjalan beberapa menit, bayi singa itu menghampiri seekor singa betina yang tergeletak ditanah dengan tubuh penuh darah.

Semua spekulasi bermunculan di pikiranku.

Aku yakin, singa itu adalah ibu dari bayi singa tadi.

Aku melihat ke sekeliling, dan benar saja, tak jauh dari tempat singa betina tersebut terdapat mayat monster bertanduk runcing dan bermata merah kelam, sudah dapat dipastikan itu adalah monster yang sudah disihir bangsa demon.

Sepertinya, ibu singa itu berkelahi dengan monster yang tersihir, untuk melindungi sang bayi singa.

Aku mendekat perlahan kearah ibu singa, kulihat napasnya mulai memberat dan tersendat-sendat.

Tolong, tolong jaga anakku, wahai manusia.

Tanpa sadar air mataku menetes, aku jadi rindu dengan ibuku.

Kuberanikan diri untuk menyentuh surainya yang berwarna emas, "Jangan bilang seperti itu, aku akan coba menyembuhkan mu,"

Aku menutup mataku dan memfokuskan sihir berelemen air untuk menyembuhkan luka ibu singa.

Namun naas, kemampuanku masih kurang dalam menyembuhkan luka, dan aku belum sepenuhnya bisa mengendalikan sihir elemen air.

Aku meneteskan air mata, "maafkan aku ... aku tidak bisa menyembuhkanmu hiks,"

Ibuu hiks ibuuu

Bayi singa itu ikut menangis disampingku.

Ibu singa tersenyum, lalu tak lama mulai menutup matanya dan terbujur lemah diatas tanah.

***

Setelah memakamkan mayat ibu singa, aku dan bayi singa duduk dibawah pohon untuk beristirahat.

Aku menoleh kearah bayi singa yang terlihat sedih dan terus memandangi makam ibunya.

"Siapa namamu? Kamu bisa telepati denganku?" Tanyaku.

Bayi singa itu menoleh,

Ibuku memberiku nama Napoleon Proteus. Ibu bilang artinya, dia berharap aku tumbuh sebagai singa sang raja rimba dengan kepribadian yang kuat. Ya, aku bisa berbicara bahasa manusia dengan telepati.

Aku mengelus lembut surai emas bayi singa, "boleh aku panggil kamu Leon? Kamu umur berapa?"

Boleh, emm kata ibu, umurku empat tahun dan sebentar lagi akan lima tahun.

"Oh ya? Namaku Alsyena dan aku berumur 10 tahun, berarti aku kakak!" Ucapku bercanda.

Leon tersenyum tipis mendengar ucapanku.

Aku menatap ke depan, "jadi ... bagaimana? Leon mau ikut denganku? Ibumu menyuruhku untuk menjagamu."

Leon menunduk sedih,

Leon akan ikut dengan Syena, Leon tidak bisa sendirian disini karena banyak monster jahat, Leon takut.

Aku memeluk tubuh mungil Leon, "tak apa, tidak usah takut, sekarang ada Syena yang akan melindungi Leon, menggantikan ibu Leon."

Terima kasih Syena.

"Baiklah, sekarang ayo kita keluar dari hutan ini, apakah Leon tahu jalan keluar dari sini? Aku tersesat tadi," ucapku.

Leon mengangguk,

Leon tahu, akan Leon tunjukkan jalannya.

Ucap Leon.

Kami pun memulai perjalanan keluar dari hutan terlarang, dengan Leon yang memandu jalan dan aku  bertarung dengan beberapa monster yang menghadang ditengah jalan.

Ya, hutan terlarang memang bukan tempat untuk bermain-main, jika sedikit lengah dan lalai, siapapun bisa mati.

.
.
.
Bersambung...

Another DimensionHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin