5. Kecupan Selamat Malam

220K 20.7K 176
                                    

Setelah berdebat dengan pikiranku selama 2 hari penuh, akhirnya kuputuskan untuk pergi. Setidaknya aku menghargai undangan itu serta menghargai keluarga dari mantan suamiku. Biar bagaimanapun kami pernah hidup dalam satu-kesatuan.

Aku memakai Halter Dress berwarna navi yang dua hari lalu dikirimkan Gisha, sementara kakiku dibalut Ankle Strap Heels berwarna putih gading. Aku sibuk memasukan beberapa barang ke dalam sling bag sebelum akhirnya ponselku berbunyi.

"Mbak Nesa, jadi kan datangnya?"

Terdengar suara Gisha diseberan sana. Dari nada bicaranya aku dapat menebak bahwa perempuan itu panik kalau sampai aku tidak datang.

"Datang kok dek, mbak udah siap-siap mau keluar apartemen," balasku.

"Oh ya udah. Gisha beneran panik, karena mikir kalau Mbak Nesa nggak datang."

"Tenang aja, 20 menit lagi Mbak sampai di sana."

Setelah itu sambungan terputus dan aku bergegas berangkat ke hotel tempat pertunangan itu dilangsungkan.

***

Sampai di hotel, satu hal yang ku sadari bahwa gaun yang kugunakan ternyata sama warna dengan yang sementara keluarga Tano kenakan. Dalam hati aku terus mengumpat dan menyesali ke datanganku di sini.

Aku nampak seperti perempuan tidak tahu malu yang seolah-olah masih mengharapkan tempat di dalam keluarga Tano. Rasanya aku ingin lari dari tempat ini dan pergi menguburkan diri.

"Nes, kamu datang?"

Dari arah kiri, ku lihat Mami Deasy mulai menghampiriku. Ingin menghindar namun sudah tidak bisa dan dapat dipastikan setelah ini aku pasti terjebak dengan keluarga Tano.

"Eh Iya Tante," sahutku.

Ku lihat Mami Deasy mendelik tidak suka.

"Udah sombong ya sekarang, panggilannya malah Tante," cibirnya.

Aku menatap dengan tidak enak hati.

"Nggak enak panggil Mami, sementara aku bukan lagi menantu keluarga Tano," balasku jujur.

"Nggak, pokoknya tetap panggil Mami."

Mami Deasy tetap berkeras hati memaksaku memanggilnya dengan sebutan yang dia inginkan. Sementara akhirnya aku memilih lebih baik mengalah dari pada persoalannya semakin panjang.

"Iya deh Mi," balasku.

"Eh Nesa," teriak beberapa ibu-ibu yang kutahu adalah teman arisan Mami.

"Halo tante-tante."

"Setelah cerai tambah cantik ya," goda salah satu dari mereka.

"Kalau belum punya pengganti Adi, hubungin tante ya. Tante siap kok jadi calon mertua kamu," goda yang lain dan kali ini aku ikut tertawa.

Mereka ini bisa saja ya, menggodaku seperti itu bahkan di depan mantan mertuaku segala.

"Nggak bisa, Nesa tidak bisa jadi menantu kalian," teriak Mami tidak terima.

Entah kenapa sekarang aku merasa sangat bangga diperebutkan para emak. Sejujurnya aku sendiri menyadari akan potensiku untuk menjadi calon menantu idaman.

Bukan bangga tapi karena nyatanya seperti itu, bahkan saat aku masih berstatus menantu keluarga Tano, ada beberapa ibu-ibu yang menawarkanku untuk menjadi menantu kedua mereka. Aneh memang.

"Widih posesifnya, padahal udah bukan menantu Lho Des," timpal seorang ibu dengan tubuh sedikit berisi.

Sementara mami terlihat tidak peduli dengan ejekan itu. Wanita itu malah menyeretku mendekati Gisha dan Daru.

Mas AdiWhere stories live. Discover now