43. Alasan Mami

63.1K 6.5K 138
                                    

Halo semuanya ...

Selamat untuk 1 juta pembaca 🥳🥳🥳🥰🥰🥰

Terima kasih untuk sayang-sayangnya emak yang sudah setia dari awal, dari masih ribuan pembaca.

Terima kasih untuk kalian yang sudah baca, vote dan meninggalkan komentar. Tanpa kalian 'Mas Adi' mungkin nggak akan serame ini.

Mohon selalu stay sampai ending yang kira-kira 10 Episode lagi.

Mohon maaf kemarin emak nggak bisa double update seperti janji, emak beneran sibuk di rumah sakit karena ponakan mau melahirkan (emak otw punya cucu lho 🤭😅😅)

Ditambah pulang dari sana emak nggak menemukan ide yang baik sama sekali 🥺

Jadi, double updatenya hari ini ya 😊

Jangan lupa memberi tanda pada kata/kalimat yang penulisan salah ya.

Selamat membaca 😁

Kurang lebih 30 menit kami berkendara hingga akhirnya tiba di depan rumah sakit tempat Gisha dirawat. Dalam perjalanan aku sempat tertidur, membiarkan Mas Adi menyetir sendiri. Tidak apa, dia sudah terbiasa sendiri. Aku durhaka? Tidak kan?

Hanya sekali ini kok.

"Tunggu," cegah Mas Adi saat aku baru saja hendak turun dari mobil.

Laki-laki itu mengacungkan tangan untuk memberi isyarat agar aku tidak segera turun.

"Kenapa Mas?" tanyaku bingung.

Entah apa maksud laki-laki itu sampai menyuruhku menunggu.

"Pokoknya tunggu di situ, jangan gerak," titahnya dengan nada serius.

Aku menurut. Aku duduk diam sambil menatap Mas Adi yang keluar dari mobil kemudian mengitari mobil dan membuka pintu yang berada tepat di sebelahku.

"Silakan turun tuan putri,"sahutnya dengan nada super manis.

Aku mual.

"Kamu kenapa Fir?" tanya Mas Adi tiba-tiba.

"Aku mau muntah Mas," seruku kencang.

"Eh kenapa?" tanyanya Panik.

"Aku mual lihat tingkah kamu."

Mas Adi membelalakkan mata.

"Kok gitu sih?" tanya Mas Adi cemberut.

Dia terlihat dua kali lebih menjijikan menurutku.

"Ekspresinya nggak usah sok imut gitu dong Mas, kelihatan lebih menjijikan lho," seruku.

Mas Adi kesal. Setelah menuntunku turun dari mobil lelaki itu melangkah meninggalkanku, dia berjalan mendahului dengan wajah kesal. Sejujurnya aku tidak berniat untuk membuatnya kesal tapi malam ini aku muak melihat tingkahnya.

Dia melangkah dengan sedikit menghentakan kaki.

Dasar bocah, pikirku.

Mas Adi memang kadang ingin dipuji dengan tingkah manisnya namun aku lagi tidak ingin memuji sekarang. Perutku akan langsung bergejolak. Mungkin bayi kami juga menolak dengan tingkah manis ayahnya. Eh, sejak kapan aku mengatakan tingkah Mas Adi itu manis?

***
Ketika kami sampai di ruang rawat Gisha, Mas Adi menatap berbinar perempuan yang tengah memakan bubur melalui suapan Mami.

"Gis!" serunya dengan nada begitu gembira.

"Mas," balas Gisha dengan senyum tipis.

Perempuan itu masih kelihatan pucat. Mas Adi menghampirinya dan memeluk.

Mas AdiWhere stories live. Discover now