30. Marah Vs Mood Bumil

87.1K 7.9K 84
                                    

Selamat malam anak-anak.

Sepertinya emak produktif banget hari ini sampai double up untuk seharian ini.

Aku tahu kalian pasti happy, bener nggak??

Yowes Selamat membaca ya 🤗

Aku masih melotot menatap perempuan yang ada di depan sana. Aku mendengus sebentar sebelum mengatur napas sejenak, aku tidak boleh menunjukkan taringku pada wanita di depanku ini.

Dia tidak harus melihatku layaknya singa lapar, karena kalau seperti itu aku tidak akan terlihat baik lagi di depannya.

"Oh kamu ada tamu?" tanyaku pada Mas Adi yang mulai panik.

Aku sengaja memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Aku mau lihat respon yang diberikan Mas Adi seperti apa.

"Aku lagi wawancara sayang," sahutnya dengan nada hati-hati.

Aku tersenyum dalam hati. Mas Adi takut kalau aku bisa ngamuk di sini. Ya, dia yang paling tahu kalau aku ngamuk itu bagaimana model.

"Iya Mas, aku tahu kok. Tatiana udah ngomong di depan. Aku hanya nggak tahu kalau calon karyawan itu adalah mantan kekasih kamu."

Aku berbicara dengan nada lembut sembari melangkah menghampiri Mas Adi dan Friska di sana.

"Kamu jangan salah paham," sahut Mas Adi cepat.

"Iya Mas nggak apa-apa," ucapku lalu mendekat dan duduk di atas pangkuan Mas Adi.

Mengabaikan rasa maluku demi balas dendam. Aku ingin marah dan mengamuk di sini namun aku lebih ingin menunjukan kemesraanku bersama Mas Adi di depan Friska. Agar perempuan itu tahu bagaimana hubungan harmonis kami.

Jangan sampai dia pikir kami tidak harmonis lalu memilih untuk berada di tengah-tengah kami.

"Eh Mbak Friska, halo. Pakaiannya bagus tapi roknya aja terlalu pendek.  Ini mau kerja kantoran atau kerja yang lain?" sindirku.

"Fira," tegur Mas Adi.

Aku memutar bola matanya malas saat mendengar ucapan Mas Adi. Bisa-bisanya dia tidak mendukungku.

Aku turun dari pangkuan Mas Adi dan langsung melangkah serta menghempaskan tubuhku di atas sofa yang ada di ruangan itu. Namun sebelum turun aku menyempatkan diri untuk mengecup pipi Mas Adi tepat di depan Friska.

Perempuan itu terlihat membuang muka.

"Apa tujuan mbak Friska melamar kerja di sini?" tanyaku.

"Saya cuma mau nyari kerja kok, nggak maksud apa-apa. Lagi pula saya kan sudah nikah."

Aku mendengus dalam hati mendengar jawaban itu. Orang yang sudah menikah? Hal itu tidak menjamin kalau dia tidak akan selingkuh. Buktinya banyak perceraian terjadi karena perselingkuhan.

"Iya saya tahu kamu udah nikah, tapi nggak dapat ditebak kalau endingnya kamu maunya bahagia dengan suami saya layaknya di masa lalu."

Aku tertawa dalam hati melihat ekspresi yang ditunjukkan Friska. Dia pikir aku ini wanita lemah yang bakal nangis-nangis aja. Oh tidak, aku sudah belajar dari pengalaman.

"Oh ya udah Mas, kamu boleh terima dia tapi nanti aku bakal buat surat perjanjian."

Mas Adi melotot. Entah dia akan menerima Friska atau tidak tapi kalau memang menerima aku harus punya satu pegangan. Semacam dokumen perjanjian agar tidak mengambil suami orang.

"Surat perjanjian?" tanya Mas Adi dengan wajah shok.

Sementara Friska juga melongo.

Ya aku ingin membuat semacam kontrak kerja begitu.

Mas AdiWhere stories live. Discover now