48. Masih Kecil

59.4K 6.3K 171
                                    

Selamat malam, sayang-sayangnya emak.

Udah pada tidur?

Semoga belum ya.

Ini update-an untuk kalian semua 😁

Btw episode ini terinspirasi dari kisah ponakan emak yang tadi pagi lahiran. Usia kandungannya 7 bulan dengan berat bayi 1.4 kg.

Bantu doanya semoga ponakan dan cucu emak sehat selalu ya 🤗😇🙏

Oh iya, episode kali ini komedinya dikit banget hampir nggak ada malah.

Nanti episode selanjutnya aja ya komedinya.

Jangan lupa tandai kalau ada kesalahan penulisan.

Selamat membaca 🤗

Setelah drama-drama yang kami lalui akhirnya aku yang sudah sakit perut ini di bawah ke dalam ruang rawat. Ruang rawat VIP tentunya, Mas Adi yang minta, demi kenyamananku dan dedek bayi katanya. Dia berlebihan memang.

Oke, memang belum langsung ke ruang bersalin karena aku harus diperiksa dulu apakah memang sudah waktunya melahirkan atau belum.

Mas Adi mondar-mandir macam setrika di depanku, aku pusing melihatnya.

"Mas. Kamu duduk deh. Kalau kamu mondar-mandi kayak gitu aku malah jadi pusing."

Mas Adi berhenti dan menatapku.

"Aku juga pusing Fir. Dari tadi nggak ada dokter yang datang periksa kamu. Mereka ini ngapain sih?  Aku udah bayar mahal-mahal tapi nggak dapat pelayanan," kesalnya.

Ya, memang sedari 15 menit kami menunggu tidak ada dokter maupun perawat yang datang. Tapi aku tahu mereka pasti sibuk ngurusin yang lain, kita tidak bisa memaksa, pasien bukan hanyak aku seorang. Dokter pasti tahu mana yang harus diutamakan. Mungkin ada yang lebih buruk dari kondisiku.

"Tunggu aja Mas, lagi pula sakitnya kadang berhenti juga. Jangan emosi kayak gitu dong," sahutku.

"Kalau ada apa-apa sama kamu dan dedek bayi gimana? Kita kan nggak tahu bagaimana kondisi kamu sekarang, makanya harus diperiksa. Lagipula aneh aja kamu udah mau melahirkan diusia kandungan semuda ini."

Aku tahu maksud Mas Adi, aku tahu dia panik dan khawatir dengan keadaanku dan dedek bayi, tapi nggak perlu juga kita hadapi dengan emosi kan. Dokter juga tahu tugas mereka.

Bukannya aku membela, tapi mereka itu ada sekolah dan sudah berpengalaman pada banyak kasus yang mungkin sepertiku. Mereka pasti tahu mana keadaan darurat atau tidak.

"Ya udah Mas kita tunggu aja dulu, jangan kesal-kesal gitu, entar anak kita malah ketakutan lihat bapaknya jadi tukang marah-marah."

Akhirnya Mas Adi duduk dan mencoba untuk tenang.

Hingga pintu ruang rawatku terbuka tiba-tiba. Mas Adi langsung berdiri menghampiri.

"Dok, istri say-"

"Mami?" teriak Mas Adi kaget.

Tadinya dia pikir yang datang itu dokter, namun ternyata di sana berdiri Mami, Gisha dan Papi.

"Kenapa? Kamu pikir Mami dokter?" tanya Mami dengan nada mengejek.

"Mami kamu itu dokter cinta," imbuh Papi.

Aku melotot.

"Iya, dokter cintanya Papi," tambah Gisha.

Mereka kemudian tertawa sementara aku hanya menatap tidak percaya. Bisa-bisa keluarga Tano becanda di tengah kesakitanku

Mas AdiWhere stories live. Discover now