45. Satu Pukulan

58.8K 6.5K 227
                                    

Selamat siang, sayang-sayangnya emak 🥰🥰

Gimana kabarnya?

Di Manado hujan dari subuh sampai siang ini. Tempat tinggal emak bahkan sampai kemasukan air 😭😭 untungnya cuma sampai mata kaki aja 😌😌

Kalau di daerah kalian gimana?

Oh iya ini emak update lagi 😁

Ternyata banyak yang nggak sabar lihat Mas Adi terbangin orang 😆😆

Kagak mungkin lah, tapi tetap aja episode kali ini akan ada aksi pukul-pukulan 😂

Tapi tolong jangan ditiru ya, nggak baik mukulin orang 😁

Ya udah deh daripad emak lebih banyak bacotnya langsung aja ke ceritanya, janga lupa tandai kalau ada kesalahan penulisan ya 😁

Selamat membaca 🤗

Aku bingung.

Apakah aku harus mengiyakan atau tidak.

Mas Adi masih di toilet dan belum kembali, semetara Farhan masih berdiri di depanku.

"Ehm-"

Aku tidak tahu harus berbuat apa.

"Nggak boleh ya?"

Iya nggak boleh, Mas Adi bakal marah.

Aku membalasnya dalam hati.

"Eh bukan gitu, aku lagi nunggu suamiku."

Oke, aku bilang saja yang sejujurnya.

"Oh suami kamu juga di sini, baguslah aku mau ketemu."

Ucapan Mas Farhan seolah-olah ingin menemui orang tuaku. Oh, cukup berani rupanya dia menemui Mas Adi. Dia rupanya tidak mengerti bahasa tubuh yang Mas Adi perlihatkan ketika pertama kali bertemu di rumah orang tuaku.

"Eh iya," ucapku pasrah.

Mengusirnya dari sini rasanya tidak etis, restoran ini punya orang dan bukan punyaku atau Mas Adi. Kami tidak bisa seenaknya di sini.

Tak lama Mas Adi kembali dari toilet, awalnya lelaki itu memasang senyum untukku namun tiba-tiba senyum itu luntur ketika melihat seseorang yang duduk dekat denganku. Aku sudah pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Mas Adi. Mau dia pukul atau cakar ini Mas Farhan terserah dia.

"Ngapain kamu duduk di sini? Nggak tahu malu? Kamu duduk di depan istri orang lho."

Mas Adi menghampiri dan duduk tepat di depanku. Sementara Mas Farhan di sisi tengah kanan, lelaki itu memasang senyuman manis bahkan memperlihatkan deretan giginya

Gila ini orang.

"Saya lewat tadi di sekitaran sini, terus lihat Kanesa sendirian jadi saya temanin. Saya baik kan?"

Aku melongo. Baik dari mananya? Aku kan nggak perlu ditemanin dan dijagain layaknya bayi.

Sementara Mas Adi menatap dengan wajah merah padam. Sepertinya mas Adi sudah akan emosi. Ya tahu saja karakter Mas Adi yang posesif dan cemburuan.

"Oh terima kasih sudah menemani istri saya, sekarang saya sudah ada di sini, kamu tidak lagi memiliki alasan untuk tetap berada di sini," tegas Mas Adi.

"Maaf kalau saya lancang, tapi saya mau bilang saya ini suka sama Kanesa. Sekarang saya memiliki alasan untuk tetap berada di sini kan?"

Lelaki ini sudah gila. Mau cari mati rupanya. Mas Farhan pikir dia memiliki sembilan nyawa sampai berani memancing emosi Mas Adi.

Mas AdiWhere stories live. Discover now